PENGEMBANGAN MATERI BERKOMITMEN TERHADAP PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
MELALUI KAJIAN REFERENSI YANG RELEVAN DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS VII SMP
MAKALAH
Untuk memenuhi sebagian tugas dalam menempuh mata
kuliah Seminar Pkn-Tn Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan
Disusun Oleh Kelompok B 4:
- Galuh Munita Sari A220100057
- Mitha Yuni Astuti A220100076
- Bakoh Mulyati A220100092
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kurikulum
2013 adalah kurikulum terbaru yang disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Kurikulum 2013 dianggap sebagai
pengganti KTSP yang sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan Indonesia saat ini. Kurikulum 2013 dicita-citakan untuk
mampu melahirkan generasi masa depan yang berkarakter mulia, mempunyai keterampilan
yang relevan, dan mempunyai pengetahuan-pengetahuan yang luas. Dalam kurikulum
ini dicantumkan nilai-nilai karakter yang diintegrasikan selama proses
pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik yang
dituntut aktif mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang berhubungan dengan
materi pelajaran.
Kurikulum
2013 mulai diujicobakan dibeberapa sekolah negeri, yang direncanakan semua
sekolah akan menerapkan kurikulum ini pada tahun 2015 mendatang. Keberhasilan
penerapan kurikulum ini perlu melibatkan semua pihak, mulai dari tenaga
pendidik, elemen sekolah, komite, dan kelengkapan perangkat pembelajaran. Tidak
semua tenaga pendidik dapat mengampu mata pelajaran sesuai dengan kurikulum
2013, karena hanya pendidik yang sudah dibekali pelatihan khusus yang
diperbolehkan. Ketika mengajar guru dituntut bisa menggunakan berbagai media
ajar. Buku yang disediakan dalam implementasi kurikulum 2013 ada dua macam
yaitu buku pegangan siswa dan buku pegangan guru. Di dalam buku guru mengandung
panduan pelaksanaan proses pembelajaran, kompetensi yang harus dicapai siswa,
dan penilaian.
Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya
meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif, efektivitas
pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas
guru, serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran.
Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses
pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses
penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Dari hal
tersebut memerlukan penambahan jam pelajaran yang semula mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 x 40 menit dalam seminggu menjadi 3x
40 menit dalam seminggu.
Banyak kelebihan kurikulum 2013 dari proses pembelajaran
yang menanamkan karakter pada peserta didik, guru dituntut untuk kreatif dan
inovatif dan masih banyak kelebihan lainnya. Namun konsep ideal dari kurikulum
2013 yang dianggap lebih baik dari kurikulum sebelumnya ini, tidak semua
kalangan menyambut baik. Seperti kurangnya persiapan oleh Kemendikbud sendiri
sebagai badan yang menyusun dan membuatnya, pelaksanaan di lapangan yang belum
sepenuhnya siap karena kurikulum 2013 membutuhkan keterampilan lebih dari guru
dan kelengkapan media pembelajaran seperti LCD untuk presentasi mengajar guru.
Meskipun materi ajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan sudah lebih baik namun dengan alokasi waktu yang ditambah
menjadi 120 menit, seharusnya materi ajar menjadi lebih banyak dan lebih rinci.
Buku adalah sumber utama dari pembelajaran maka materi yang ada di dalamnya
harus relevan karena tidak boleh sembarangan memberikan informasi yang tidak
relevan kepada peserta didik. Pengembangan materi melalui kajian buku-buku yang
releven diharapkan dapat membantu peserta didik untuk memahami materi yang
diajarkan dan guru dapat memaksimalkan proses pembelajaran. Berdasarkan hal di
atas maka penulis tertarik untuk mengembangkan salah satu materi dalam buku
yaitu materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara melalui kajian
buku-buku yang relevan dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan pada siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu
rumusan masalah yaitu: “Bagaimanakah Pengembangan Materi Berkomitmen terhadap
Pancasila sebagai Dasar Negara melalui Kajian Referensi yang Relevan dalam
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama?”
C. Tujuan
1. Untuk mengembangkan materi
berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara melalui kajian referensi
yang Relevan.
2. Untuk meningkatkan kualitas materi
pelajaran.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Kajian mengenai Materi
Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara.
1.
Pengertian pengembangan.
Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan:
pemerintah selalu berusaha dalam pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Pengembangan dalam arti
yang sangat sederhana adalah suatu proses,cara pembuatan. Drs. Iskandar
Wiryokusumo M.sc. Berpendapat pengembangan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formalyang
dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggungjawab
dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, danmengembangkan suatu
dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras,pengetahuan dan ketrampilan
sesuai dengan bakat, keinginan sertakemampuan-kemampuannya, sebagai bekal untuk
selanjutnya atas prakarsa sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya,
sesame,maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuanmanusiawi yang
optimal dan prbadi yang mandiri. Prof. Dr. H.M. Arifin,
Med.
Berpendapat
bahwa pengembangan bila
dikaitkan dengan pendidikan berarti suatu proses perubahan
secara bertahap kearah tingkat yang berkecenderungan lebih tinggi dan meluas
dan mendalam yang secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau
kematangan (Pitriwulan,2013).
2.
Pengertian materi. Materi pembelajaran
merupakan komponen pembelajaran yang memegang peranan cukup esensial,
mengarahkan peserta didik pada pencapaian tujuan atau sasaran pembelajaran yang
ditetapkan. Mengapa tidak, didalam materi pembelajaran terkandung aspek-aspek
tertentu yang diharapkan mampu membimbing mereka untuk berperilaku yang baik.
Aspek-aspek tersebut diantaranya logika, etika, dan estetika (Hermawan, 2013).
3. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila
sebagai dasar negara sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat
negara/philosophische grondslag) dari
negara, ideologi negara (staatsidee).
Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan
negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Pancasila
sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk
mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara. Pancasila menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000
merupakan "sumber hukum dasar nasional" (pengertian ahli,2013).
4.
Materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara
a. Sejarah dan Komitmen Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila
1) Pembentukan BPUPKI
Selama ratusan tahun Belanda menjajah
Indonesia. Sejarah juga mencatat kekalahan Belanda oleh Jepang kemudian menyebabkan
bangsa Indonesia dijajah oleh Jepang. Pepatah mengatakan “lepas dari mulut
harimau masuk ke mulut buaya” tepatlah kiranya untuk menggambarkan kondisi
Indonesia saat itu.
Jepang mulai menguasai Indonesia
setelah Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8
Maret 1942. Semboyan “ Jepang pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang
cahaya Asia” didengungkan untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Sejak
berkuasa di Indonesia, Jepang dengan segala cara menguras kekayaan dan tenaga
rakyat Indonesia yang menimbulkan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Penjajahan oleh Belanda dan
Jepang penderitaan yang dalam untuk bangsa Indonesia. Namun penderiataan
tersebut tidak menyurutkan semangat bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan menyusun barisan dan bersatu padu mewujudkan
kemerdekaan yang dicita-citakan. Kekalahan Jepang pada perang dunia II memberi
peluang bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaannya.
Pada bulan September 1944,
Perdana Menteri Jepang Kaiso, dalam sidang parlemen mengatakan bahwa Jepang
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tindak lanjut dari janji
tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan Dokuritzu
Zunbi Chosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia/BPUPKI). BPUPKI beranggotakan 62 orang terdiri atas tokoh-tokoh
bangsa Indonesia dan 7 orang anggota perwakilan dari Jepang. Ketua BPUPKI
adalah dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan dua wakil ketua yaitu Ichibase
Yosio (Jepang) dan RP Soeroso.
BPUPKI selama tugasnya mengadakan
dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Seluruh sidang
dilakukan di Jakarta sebelum kekalahan kekaisaran Jepang terhadap sekutu pada
14 Agustus 1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar
negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar yang
dipimpin langsung oleh ketua BPUPKI. Sidang pertama berlangsung pada tanggal 29
Mei 1945 sampai 1 Jni 1945 dengan agenda pembahasan dasar negara.
Sidang kedua berlangsung mulai
tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Agenda sidang kedua adalah pembahasan bentuk
negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar,
ekonomi, keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran. Kemerdekaan Indonesia
bukan pemberian bangsa Jepang. Hal inilah yang harus kamu pahami. Walaupun
Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan, janji tersebut adalah sebuah tipu muslihat agar bangsa Indonesia
bersimpati dan mau membantu Jepang yang berada diambang kekalahan.
2) Usulan dasar negara oleh tokoh dalam perumusan Pancasila
Dasar negara merupakan fondasi
berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan , tanpa fondasi bangunan itu
tidak akan berdiri dengan kukuh. Oleh karena itu, dasar negara sebagai fondasi
harus disusun sebaik mungkin.
Para pendiri negara yang
tergabung dengan BPUPKI mempunyai sebuah pemikiran yang berbeda tentang dasar
negara Indonesia merdeka. Atas dasar pengalaman bernegara, pembelajaran, dan
perbandingan dengan negara lain, para pendiri negara mengusulkan dasar negara.
Usulan mengenai dasar Indonesia
merdeka pada sidang pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh Mr.
Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr. Moh Yamin mengusulkan dasar
negara pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam mengusulkan rancangan
dasar Indonesia merdeka, Moh Yamin menekankan bahwa:
“...rakyat Indonesia mesti
mendapatkan dasar negara yang berasal daripada peradaban bangsa Indonesia,
orang Timur pulang pada kebudayaan Timur.”
“...kita tidak berniat, lalu akan
meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk
yang beradapdan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Moh Yamin mengusulkan lima
asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu:
a)
Peri kebangsaan
b)
Peri Kemanusiaan
c)
Peri ketuhanan
d)
Peri kerakyatan
e)
Kesejahteraan sosial
Setelah selesai berpidato, Moh. Yamin menyampaikan
mengenai asas dasar dan negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada Ketua
Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar Indonesia
merdeka secara tertulis menurut Moh Yamin adalah sebagai berikut:
a)
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b)
Kebangsaan kemanusiaan yang adil dan beradap.
c)
Rasa keadilan sosial.
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnaya pada tanggal 31 Mei
1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara, menurut Soepomo
dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut:
a)
Persatuan
b)
Kekeluargaan
c)
Keseimbangan lahir dan batin
d)
Musyawarah
e)
Keadilan rakyat
Soepomo juga menekankan bahwa
negara Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan dirinya dengan
golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan dirinya dengan
golongan paling kuat (golongan ekonomi dan politik paling kuat). Akan tetapi
negara mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat yang berbeda golongan
dan paham.
Ir. Soekarno berpidato pada
tanggal 1 juni 1945. Dalam pidatonya Ir. Soekarno mengemukakan dasar negara
Indonesia merdeka. Dasar negara menurut Ir. Soekarno berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara Indonesia
merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai berikut:
a)
Kebagsaan Indonesia
b)
Internasionale atau peri kemanusiaan
c)
Mufakat atau demokrasi
d)
Kesejahteraan sosial
e)
Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir. soekarno dalam sidang itupun
menyampaikan bahwa kelima dasar negara tersebut dinamakan Panca Darma.
Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi
Pancasila. Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang
Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar pada
peristiwa tersebut maka tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya
Pancasila.
b. Semangat dan Komitmen Kebangsaan Para Pendiri Negara dalam Perumusan
Pancasila
1) Nilai semangat pendiri negara
Semangat mengandung arti tekad
dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu.
Para pendiri negara merupakan contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki
semangat yang kuat dalam membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara
terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara lain di dunia.
Semangat kebangsaan harus tumbuh
dan dipupuk daalam diri warga negara Indonesia. Semangat kebangsaan merupakan
semangat yang tumbuh dari dalam diri warga negara untuk mencintai dan rela
berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Seseorang yang memiliki rasa
kebagsaan Indonesia akan memiliki bangga sebagai warga negara Indonesia.
Kebanggaan sebagai bangsa dapat kita rasakan, misalnya ketika bendera Merah
Putih berkibar dalam kejuaraan olahraga antar negara.
Keberhasilan bangsa Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan
terhadap bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan
diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga. Segenap pengorbanan rakyat
tersebutbertujuan untuk merebut dan mempertahanhkan kemerdekaan dari penjajah.
Semangat kebangsaan disebut juga
sebagai nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme adalah suatu paham yang
menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan
kepada negara, kebangsaan atau nation
state. Ada dua jenis pengertian nasionalisme yaitu nasionalisme dalam arti
sempit dan nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme dalam arti sempit juga
disebut nasionalisme yang negatif karena mengandung makna perasaan kebangsaan
atau cinta terhadap bangsanya sangat tinggi dan belebihan, sebaliknya memandang
rendah terhadap bangsa lain. Nasionalisme dalam arti sempit disebut juga dengan
chauvinisme. Chauvinisme ini pernah dipraktekkan oleh Jerman pada masa Hittler
tahun 1934-1945. Paham tersebut menganggap Jerman di atas segala-galanya
didunia (Deutschland Uber Alles in der Wetf).
Jenis nasionalisme yang kedua
adalah nasionalisme dalam arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme
dalam arti inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia karena mengandung
makna cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air dan tidak memandang
rendah bangsa lain. Dalam mengadakan hubungan dengan negara lain, kita selalu
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta menempatkan negara lain
sederajat dengan bangsa kita.
Patriotisme berasal dari kata
patria yang artinya tanah air. Kata patria kemudian berubah menjadi kata
patriot yang artinya seseorang yang mencintai tanah air. Patriotisme berarti
semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang bersedia mengorbankan
segala-galanya untuk mempertahankan bangsanya. Patriotisme muncul setelah
lahirnya nasionalisme namun umumnya patriotisme dan nasionalisme diartikan
sama.
Jiwa nasionalisme sudah tampak
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia antara lain diwujudkan dalam bentuk
kerelaan para pahlawan bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan
dengan mengorbankan jiwa dan raga. Jiwa dan semangat bangsa Indonesia untuk
merebut kemerdekaan sering juga disebut jiwa dan semangat 45. Jiwa dan semangat
45 antara lain:
a)
Pro-patria dan primus patrialis, mencintai tanah air dan
mendahulukan kepentinagan tanah air.
b)
Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan
masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan.
c)
Jiwa toleran atau tenggangrasa antar agama, antar suku, antar
golongan, antar bangsa.
d)
Jiwa tanpa pamrih dan bertanggungjawab.
e)
Jiwa kesatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas
dendam.
Nasionalisme dan patriotisme
dibutuhkan bangsa Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan
bangsa serta negara. Kejayaan sebagai bangsa dapat dicontohkan oleh seorang
atlet yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk membela tanah airnya.
Salah satu semangat yang
dimilaiki oleh para pendiri negara dalam merumuskan Pancasila adalah semangat
mendahulukan kepentinagan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataupun
golongan.
2) Komitmen para pendiri negara dalam perumusan pancasila sebagai dasar
negara
Komitmen adalah sikap dan
perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta
melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan
cita-cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen
terhadap bangsa adalah orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Para pendiri negara dalam
perumusan Pancasila memiliki komitmen sebagai berikut ini.
a)
Memiliki semangat persatuan dan nasionalisme
Pendiri negara memiliki semangat persatuan, kesatuan, dan
nasionalisme yang tingggi ini diwujudkan dalam bentuk mencintai tanah air dan
mendahulukan kepentingan bangsa dan negaradi atas kepentingan pribadi dan
kepentingan golongan.
b)
Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia
Pendiri negara dalam merumuskan Pancasila dilandasi oleh rasa
memiliki terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu nilai-nilai yang lahir
dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang berasak dari bangsa Indonesia sendiri.
Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial adalah
nilai-nilai yang digali dan berasal dari bangsa Indonesia.
c)
Selalu bersemangat dalam berjuang
Para pendiri negara selalu bersemangat dalam memperjuangkan dan
mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta dan para pendiri negara lainnya yang mengalami cobaan dan tantangan
perjuangan yang luar biasa. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta berkali-kali
dipenjara oleh Belanda. Namun, semangat perjuangannya para pendiri negara tetap
bersemangat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
d)
Mendukung dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita
bangsa, yaitu bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
e)
Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara menempatkan kepentingan
negara di atas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi,
serta mendukung keputusan yang menguntungkan bangsa dan negara walaupun
keputusan tersebut tidak disenangi.
Sebagai siswa dan generasi muda,
tentu kamu juga harus memiliki komitmen dalam berbangsa dan bernegara. Komitmen
berbangsa dan bernegara bagi generasi muda salah satunya dilakukan dengan
berkomitmen untuk mempersiapkan dan mewujudkan masa depan yang lebih baik
adalah giat belajar.
B.
Kajian Referensi yang
Relevan.
1.
Mahfud
MD, Moh. 2001. Dasar dan Struktur
Ketatanegaraan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. (Halaman
28-44).
Sidang pertama (tgl. 29 Mei- 1 Juni 1945) BPUPKI tidak dapat melahirkan kesepakatan
final tentang dasar negara, karena kaum nasionalis Islam masih menawarkan
alternatif yang berbeda. Oleh sebab itu setelah selesainya sidang tahap pertama
itu sebuah panitia kecil yang terdiri dari 39 orang melanjutkan pembahasan
tentang itu di Jakarta. Panitia kecil ini kemudian membentuk panitia yang lebih
kecil yang terdiri dari 9 orang yaitu:
Soekarno, Hatta, Wachid Hasyim, A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, AK.
Mudzakir, H. Agus Salim, Achmad Subarjo, dan Moh. Yamin. Panitia ini dalam
sejarah perpolitikan kemudian dikenal sebagai Panitia 9. Panitia ini terdiri
dari wakil-wakil golongan islam dan golongan nasional(termasuk golongan
Kristen0. Komposisi atau perbandingan anggota panitia 9 ini adalah 4 : 5; 4mpat
orang (Wachid Hasyim, AK. Mudzakir, H. Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso)
adalah wakil-wakil golingan islam, sedangkan 5 orang lainnya (Soekarno, Hatta,
Yamin, Achmad Subarjo, A. Maramis) mewakili golongan nasionalis sekuler.
Perdebatan di dalam panitia kecil yang beranggotakan 38 orang itu maupun di
dalam Panitia 9 terus berlangsung dan kedua pihak tetap mempertahankan
pendirian masing-masing tentang dasar negara.
Tetapi tanggal 22 Juni 1945 Panitia 9 berhasil mencapai
modus vivendi (kesepakatan luhur) dalam bentuk kompromis antara golongan islam
dan golongan nasionalis, artinya keinginan kedua pihak ditampung dalam satu
piagam yang kemudian dikenal dengan piagam Jakarta. Tak dapat disangkal bahwa
piagam ini lahir melalui perdebatan dan jerih payah yang mengurus energi,
sesuatu yang ternyata dapat disimpulkan dari laporan Soekarno selaku ketua
Panitia 9 kepada BPUPKI pada tanggal 19 juli 1945.
MUKADDIMAH
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan
rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
a.
Memiliki semangat persatuan dan nasionalisme.
b.
Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia.
c.
Selalu bersemangat dalam berjuang.
d.
Mendukung dan berupaya secara aktif dalam
mencapai cita-cita bangsa, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
e.
Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara
menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam
hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan bangsa dan
negara walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.
Panitia memegang teguh kompromis yang dinamakan oleh
anggota yang terhormat Muh. Yamin “Djakarta
Charter”, yang disertai perkataan tuan anggota yang terhormat Sukiman, gentleman agreement supaya ini dipegang
teguh di antara pihak Islam dan Pihak kebangsaan. Ketua BPUPKI menyokong sikap
untuk mempertahankan hasil kompromi ini. Pada sidang tanggal 11 Juni 1945
ketika menanggapi pernyataan Laturharhary serta Wongsonegoro dan
Djajadiningrat, Radjiman bahwa kalimat itu hasil kompromi antara golongan islam
dan golongan kebangsaan yang didapat dengan susah payah.
Kaum nasionalis “sekuler” baru mendapat angin kembali dan
dapat berhadapan secara imbang melalui badan resmi ketika dilakukan
persiapan-persiapan kemerdekaan Indonesia sesuai dengan janji Jepang. Janji
kemerdekaan tersebut diucapkan sendiri
oleh Kuniarki Kaiso, PM. Jepang tanggal 7 September 1944 di depan
resepsi istimewa The Imperial Dies ke
85.
Berdasarkan janji itu dibentuklah satu panitia dengan nama
“Dokuritzu Zunbi Chosokai” atau
Panitia Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan pada tanggal 29 April 1945,
bertepatan dengan hari ulang tahun Hirohito, kaisar Jepang. Panitia ini dalam
tulisan-tulisan sejarah biasanya dikenal dengan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha
-usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia). Tugas panitia ini adalah mempersiapkan
rancangan konstitusi yang akan dipakai dalam negara Indonesia yang akan dimerdekakan
itu. Beranggotakan 63 orang termasuk ketua dan wakilnya panitia ini mulai
bersidang tanggal 29 Mei setelah sehari sebelumnya (28 Mei 1945) dilantik secara
resmi. Sidang paripurna panitia ini berlangsung dua kali yaitu tanggal 29 Mei
sampai tanggal 1 Juni 1945 untuk sidang pertama dan tanggal 10 sampai tanggal
16 juli 1945 untuk sidang kedua.
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 1 maret 1945,
pemerintah jepang meresmikan terbentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Tugas badan ini adalah untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi,
tata pemerintahan dan lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara
Indonesia Merdeka.
Selama masa tugasnya, badan ini mengadakan dua kali sidang
umum, sidang umum yang pertama diselenggarakan dari tanggal 2 Mei 1945 - 1 Juni
1945. Sidang umum kedua dari tanggal 10 Juli - 17 Juli 1945. Di dalam sidang umum yang pertama
itu para anggota BPUPKI berbicara serta membahas berbagai macam hal yang ada
kaitannya dengan persiapan Indonesia merdeka, antara lain tentang syarat-syarat
hukum suatu negara, bentuk negara, pemerintahan negara dan dasar negara.
Pembicaraan dan pembahasan mengenai dasar negara merupakan
salah satu acara sidang umum yang pertama, oleh karena masalah dasar negara
tersebut dipertanyakan oleh ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat. Terhadap
pertanyaan ketua ini banyak anggota merasa keberatan, karena khawatir bahwa
pembicaraan akan menjadi perdebatan filosofi yang tidak konkrit, dan hanya akan
menunda-nunda kenyataan Indonesia merdeka.
Tentang dasar negara itu sekurang-kurangnya ada tiga
anggota yang mengemukakan pandangannya, yaitu Muh. Yamin, didalam
pidatonya pada tanggal 29 mei 1945,
Soepomo di dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945, dan Soekarno di dalam
pidatonya tanggal 1 Juni 1945.
2. Mahfud MD, Moh. 2009.
Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi
Isu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.(Halaman 4-5, 13-33).
Komitmen para
pendiri negara dalam membuat dasar negara Indonesia tercermin dalam proses
penyusunan Pancasila. Seperti diketahui pada sidang pleno pertama (29 Mei-1
Juni 1945), BPUPKI gagal mengambil kesepakatan karena terjadi perdebatan dan
perbedaan tajam yang belum mencapai titik temu tentang dasar negara bagi
Indonesia yang saat itu akan dimerdekakan. Karena kegagalan itu maka BPUPKI
membentuk panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventarisasi
usul-usul para anggota yang pada praktiknya sekaligus mencari kompromi dan
merumuskan dasar negara dan undang-undang dasar negara (Mahfud MD, 2009:4).
Tanggal 18-21 Juni 1945 pada rapat ke VIII Cuo Sangiin yang
dihadiri oleh 38 orang anggotanyadi Jakarta. Pada saat itulah Soekarno menunjuk
9 dari 38 orang anggota BPUPKI yang kemudian diminta bekerja untuk merumuskan
mukaddimah undang-undang dasar dengan memperhatikan dan mencari kompromi atas
berbagai pendapat yang berkembang. Panitia ini kemudian dikenal sebagai Panitia
9 yang melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta ini kemudian
dilaporkan pada sidang pleno BPUPKI 10 Juli 1945 dan disahkan pada 14 Juli 1945
dengan menyepakati isinya sebagai dasar negara (Mahfud MD, 2009:4-5).
BPUPKI dibentuk oleh pemerintah penjajahan Jepang di
Indonesia pada 29 April 1945 ( bukan 1 Maret seperti yang tercantum dalam buku
Sejarah Nasional Indonesia) dengan tugas menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar
bagi Indonesia yang saat itu dijanjikan akan segera diberi kemerdekaan. Adapun
PPKI dibentuk pada tanggal 12 Agustus 1945 yakni pada saat Radjiman, Soekarno,
dan Hatta diterima oleh Jendral Terauchi Hisaichi yang sekaligus melantik
Soekarno sebagai ketuanya di Saigon. Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa 7
Agustus 1945 adalah merupakan hari pembentukan PPKI, sebab pada tanggal ini
yang terjadi hanyalah pembeerian izin dari pemerintah Jepang di Tokyo untuk
mendirikan PPKI, sedangkan pembentukannya secara rsmi baru terjadi pada 12
Agustus 1945.
Pada sidang pleno 1 (29 Mei-1 Juni 1945) BPUPKI telah gagal
mengambil keputusan karena perdebatan masih berkisar pada upaya menjawab
pancingan masalah dari Radjiman Wedyodiningrat tentang apa dasar negara? atau
atas dasar apa negara Indonesia itu nanti akan didirikan. Di dalam buku Yamin
Naskah Persiapan Undang Undang Dasar 1945, yang terbit tahun 1959 disebutkan
bahwa pada hari pertama sidang 1 BPUPKI tepatnya tanggal 29 Mei 1945, melalui
pidatonya secara lisan Yamin mengusulkan dasar negara yang terdiri dari 5 dasar
yaitu: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan
kesejahteraan rakyat. Kemudian setelah sidang selesai, Yamin menyampaikan usul
tertulis temtang Rancangan UUD dan lima dasar negara yaitu Ketuhanan YME,
Kemanusiaan yang adil dan beradap, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, keadilan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Informasi tentang usul-usul Yamin ini terdapat di dalam
buku karya Yamin. Banyak yang meragukan informasi itu, termasuk pelaku sejarah
seperti Hatta dan abdulgani. Mereka menyatakan bahwa sebenrnya Yamin tidak
pernah menyampaikan usul tersebut. Setelah Yamin dan pembicara-pembicara lainya
berbicara pada 31 Mei 1945, Soepomo mendapat giliran berbicara. Saat itu
Soepomo mengusulkan ide dasar negara integralistik yang kemudian banyak dianut
dan dikampanyekan juga oleh pemerintah orde baru sebagai paham kenegaraan yang
dianut oleh UUD 1945. Padahal tidak ada satu faktapun ide ini diterima oleh
BPUPKI, bahkan pembahasan atasnya di dalam sidang BPUPKI hampir-hampir tidak
ada yang membahas atau mengelaborasinya lebih jauh. Lebih dari itu sejak 11
Juli 1945 (setelah Piagam Jakarta disetujui oleh sidang pleno II BPUPKI dan
Soepomo diminta menyusun Rancangan UUD sesuai dengan Mukaddimah atau Piagam
Jakarta yang telah disepakati itu), dan lebih-lebih setelah proklamasi
kemerdekaan Soepomo sendiri tidak pernah lagi mengusulkan negara integralistik,
terutama setelah ditugasi menyusun RUUDS 1950 yang ternyata sangat liberal dan
tidak berbau konsepsi integralistik sama sekali. Penuangan konsepsi negara
integralistik di dalam UUD 1945 pada era Orde Baru sering dikaitkan dengan
Penjelasan UUD 1945 yang dipercayai hanya merupakan tulisan pribadi Soepomo
yang tidak pernah dibahas, apalagi disahkan oleh sidang BPUPKI maupun PPKI.
Penjelasan tersebut tiba-tiba muncul dalam lembaran negara no. 7 tahun II/1946 pada saat
UUD 1945 dimasukkan dalam lembaran negara. Dengan demikian sebenarnya penjelasan UUD 1945
merupakan karya pribadi Soepomo yang tiba-tiba dijadikan lampiran UUD 1945 pada
saat dimasukkannya dalam lembaran negara. Selanjutnya kesalahn penjelasan UUD
1945 karya Soepomo itu dilekatkan dan melekat pada Kepres yang mengesahkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Jelajah atas tiga hari persidangan tersebut jika mengambil
sumber dari Yamin tidak ditemukan pidato-pidato yang disampaikan oleh
tokoh-tokoh islam pada sidang pleno I BPUPKI di hari kedua 30 Mei 1945, tetapi
dari buku RM A. B. Kusuma (lahirnya undang-undang dasar 1945) ditemukaninformasi
bahwa ternyata ada catatan-catatan singkat mengenai usul-usul dari golongan
islam. Menurut BJ Boland pada hari kedua itu yang diperdebatkan adalah
usul-usul tentang dasar negara isllam oleh wakil-wakil dari golongan islam yang
duduk di BPUPKI. Kesimpulan Boland ini masuk akal karena dua hal yaitu yang
pertama, ketika memulai pidatonya pada 31 Mei 1945 Soepomo menyatakan bahwa
pembicaraan dihari-hari sebelumnya sudah disampaikan usul-usul dari kelompok
kebangsaan dan kelompok islam. Kedua, dalam fakta yang menyusul kemudian memang
dipercaya sepenuhnya bahwa pada sidang BPUPKI tersebut telah terjadi perdebatan
dan adu argumen dengan tingkat retorika yang sangat tinggi artinya, meskipun
isi pidato-pidato wakil golongan islam tidak ditulis atau ditranskrip tetapi
para pelaku sejarah membenarkan terjadinya adu argumentasin yang sangat retorik
itu.
Selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno mendapat
giliran berpidato atau menyampaikan usulnya tentang dasar negara di sidang
pleno I BPUPKI. Saat itu Soekarno mengusulkan dasar negara Pancasila sesuai
dengan isinya yang memuat lima sila atau lima dasar negara yaitu kebangsaan
Indonesia, internasionalisme atau peri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Saat itu untuk pertama
kalinya diperkenalkan nama Pancasila di Indonesia modern sehingga pidato
Soekarnopada 1 Juni 1945 itu dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila.
Soekarno sendiri mengatakan dalam pidatonya istilah Pancasila itu tidak murni
berasal dari dirinya melainkan istilah yang diberikan oleh seorang temanya yang
ahli bahasa. Pada saat itu Soekarno sendiri memberi Peluang atas perubahan
(penyesuaian) atas usulnya tersebut dengan memeras Pancasila menjadi Trisila
yang bahkan dapat diperas lagi menjadi Ekasila. Soekarno mengatakan bahwa jika
Pancasila dirasa terlalu panjang dapat diperas menjadi Trisila yaitu sosio
nasionalisme, sosio demokrasi dan ketuhanan. Kemudian seandainya Trisila masih
dianggap terlalu panjang maka masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila yaitu
gotong royong.
Dari sini tampak jelas nama Pancasila sebagai dasar negara
memang secara resmi lahir dari usul Soekarno pada 1 Juni 1945 sehingga tidak
salah jika tanggal tersebut dintakan sebagai hari lahirnya Pancasila. Akan
tetapi dari segi isi, Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno 1 Juni 1945
berbeda dengan Pnacasila yang disahkan oleh PPKI 18 Agustus 1945 dan berlaku
secara resmi saat ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pancasila yang
secara utuh berlaku sekarang bukanlah merupakan usul utuh Soekarno, seperti
halnya bukan juga merupakan usul tertulis Yamin. Meskipun memang banyak
dikontribusi oleh Soekarno Pancasila yang sekarang merupakan karya bersama para
pendiri yang lahir dari proses sejarah menyusul pidato Soekarno 1 Juni 1945 (Mahfud
MD, 2009:13-18).
Sidang pleno I BPUPKI berakhir 1 Juni 1945 tanpa melahirkan
kesepakatan tentang dasar negara maupun undang-undang dasar negara karena masih
terjadi perbedaan yang tajam tentang dasar negara bagi Indonesia yang akan
dimerdekakan. Oleh sebab itu pada 1 Juni 1945 bsidang pleno I BPUPKI ditutup
dengan kesepakatan membentuk panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas
menginventarisasi berbagai usul yang muncul dan berkembang di dalam sidang
pleno itu. Panitia 8 inilah sebenarnya yang merupakan panitia resmi bentukan
BPUPKI sedangkan panitia 9 merupakan panitia tidak resmi yang dibentuk sendiri
oleh Soekarno ketika ada sidang VIII 38 anggota Cuo Sangiin 18-21 Juni 1945 di Jakarta. Panitia 9 ini bekerja untuk
mencari rumusan kompromistis yang bisa diterima oleh semuanya secara mufakat
untuk disahkan pada sidang pleno BPUPKI pada bulan Juli. Pada 10 Juli 1945
Soekarno melaporkan bahwa dirinya membentuk panitia 9 secara melanggar
formalitas tetapi hal itu sangat penting artinya, sebab prosedur formal yang
tidak sejalan dengan sejalan dengan dinamika masyarakat haruslah dibongkar.
Kenyataannya justru dari panitia 9 yang dibentuk dengan
melanggar prosedur formal inilah sebenarnya Pancasila yang ada sekarang
dirumuskan dan kemudian disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945
dengan mengganti kalimat pada sila pertama yakni dari sila ”Ketuhanan Dengan
Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya” menjadi sila
“Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Menurut Hatta di dalam bukunya Memoir dalam berkecamuknya Perang Pasifik, selaku ketua panitia 9
yang dibentuk secara spontan itu Soekarno meminta Yamin membuat preambule UUD
yang memuat sila-sila sebagai dasar negara. Penyusunan Preambule dan sila-sila yang diminta oleh Soekarno membuatnya
berdasarkan pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945, ternyata konsep Preambule yang dibuat oleh Yamin itu
terlalu panjang sehingga konsep Yamin itu ditolak oleh panitia 9. Kemudian
panitia 9 membuat teks sendiri secara bersama-sama yang lebih pendek yang kemudian
menjadi teks mukaddimah dan dijadikan pembukaan UUD 1945 dengan penggantian
sila pertama yang semula tujuh kata menjadi tiga kata.
Tampak jelas bahwa rumusan isi Pancasila yang berlaku
sekarang adalah karya panitia 9 yang berintikan ide dan dimonitori oleh
Soekarno di panitia 9 dengan mengganti sila “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha
Esa.” Piagam Jakarta yang diberi nama Mukaddimah UUD inilah yang kemudian
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. PPKI adalah panitia baru yang dibentuk
untuk melanjutkan tugas BPUPKI. Jika BPUPKI dibentuk untuk menyiapkan Rancangan
Undang Undang Dasar guna menyongsong kemerdekaan, maka PPKI dibentuk untuk
menyatakan atau mengesahkan kemerdekaan dan melakukan peralihan kekuasaan dari
negeri jajahan menjadi negara merdeka. Oleh sebab itu keputusan-keputusan PPKI
yang berlaku mengenai dasar negara dan undang-undang dasar negara meskipun ada
pihak yang mempersoalkan dirubahnya beberapa keputusan BPUPKI oleh PPKI pada 18
Agustus 1945. Hal ini disebabakan oleh perbedaan fungsi antara keduanya, yakni
BPUPKI yang menyiapkan bahan sedangkan PPKI yang mengesahkan dan
memberlakukannya dengan hak melakukan perubahan-perubahan untuk sampai pada
kesepakatan final. Kesepakatan final PPKI yang paling fundamental dalam kaitan
ini adalah penggantian tujuh kata dalam Piagam Jakarta dengan tiga kata dalam
Pembukaan UUD 1945 (Mahfud MD, 2009:19-21).
Pembukaan UUD 1945 dan isinya yang ada sekarang sebenarnya
merupakan hasil Panitia 9 yang dirumuskan bersama-sama dengan bersumber pada
pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Sama sekali bukan dari Yamin karena
menurut Hatta selaku pelaku sejarah Yamin tak pernah menyampaikan usul seperti
itu pada tanggal 29 Mei 1945. Pembukaan UUD 1945 hasil karya Panitia 9 ini
kemudian diklaim oleh Yamin sebagai karyanya yang diusulkan secara tertulis
pada 29 Mei 1945. Padahal, Hatta mengatakan Yamin tidak pernah menyampaikan
usul tertulis seperti itu. Seperti yang dikatakan Hatta, semula Soekarno
meminta Yamin membuat teks Preambule tetapi teks yang dibuat oleh Yamin terlalu
panjang maka teks itu ditolak dan
Panitia 9 membuat teks yang lebih pendek secara bersama-sama. Akan
tetapi jauh setelah Indonesia merdeka, Yamin memodifikasi teks karyanya yang
ditolak dengan mukaddimah hasil karya Panitia 9 untuk kemudian dimasukkan ke
dalam bukunya yang terbit pada tahun1959.
Jelajah historis diatas menunjukkan bahwa Pancasila yang
berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik
yang ada di BPUPKI yang kemudian disempurmnakan dan disahkan oleh PPKI pada
saat negara didirikan. Pancasila bukan hasil karya Yamin ataupun Soekarno,
melainkan karya bersama sehingga tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang
utuh seperti sekarang.
Sejauh menyangkut peran Yamin dapatlah dikemukakan bahwa
memang sulit dipercaya jika Yamin benar-benar pernah menyampikan usul tertulis
mengenai Rancangan UUD yang memuat juga dasar negara yang ternyata sama dengan
Pancasila yang ada sekarang. Di dalam bukunya yang konntroversial itu Yamin
mengatakan bahwa pada 29 Mei dirinya berpidato di sidang BPUPKI dan menyampikan
usul secara lisan, namun setelah selesainya sidang BPUPKI pada hari itu Yamin
menyampiakan usul tertulis dengan uraian yang panjangnya mencapai 21 halaman.
Di dalam uraian yang sangat panjang itulah dimuat lima dasar negara yang
ternyata sama isinya dengan dasar negara yang ada sekarang. Akan tetapi ada
yang tidak logis sehingga sulit dipercaya bahwa Yamin memang pernah
menyampaikan usul tertulis tersebut. Selain tidak pernah jelas disampaikan
kepada siapa usul tertulis itu, naskah sepanjang 21 halaman sulit untuk
dipercaya kalau ditulis setelah selesainya rapat BPUPKI hari itu. Logikanya,
jika Yamin mempunyai usul tertulis yang sepanang itutentu usul tertulis itu
sudah ada pada pagi hari ketika dirinya menyampaikan pidato lisan, sebab naskah
tetulis sepanjang itu sangat meragukan untuk bisa ditulis dan diselesaikan pada
sore harinya, apalagi isinya berbeda dengan usul yang disampaikan secara lisan.
Akan tetapi kalau naskah itu sudah ada pada pagi harinya pertanyaanya mengapa
Yamin menyampaikan usul secara lisan yang isinyaberbeda dengan usul yang
tertulis yang katanya disampaikan setelah sidang BPUPKI hari itu.
Dari sinilah kita dapat merujuk pada Hatta dan Roeslan
Abdulgani bahwa sebenarnya Yamin tidak pernah menyampaikan usul tertulis pada
29 Mei 1945. Usul tertulis yang diklaim Yamin itu sebenarnya dibuat kemudian
(setelah Indonesia merdeka) untuk dimuat di dalam bukunya yang terbit pada 1959
dengan seakan-akan naskah itu telah dibuat pada 29 Mei 1945.
Seperti dikemukakan di atas Pancasila yang berlaku resmi
sekarang ini juga bukan secara utuh merupakan hasil karya Soekarno. Kontribusi
utama Soekarno dalam hal ini adalah nama Pancasila sebagai dasar negara
sedangkan isinya bukan karya utuh Soejarno. Soekarno pada saat itu mengusulkan
sila-sila yang urut-urutan isi maupun kalimatnya jauh berbeda dari Pancasila
yang ada sekarang. Perbedaan urut-rutan isi memberi makna yang berbeda jika
dilihat optik filosofi hierarkis piramidal.
Kurang sehat bagi masa depan keutuhan kita sebagai bangsa
jika masih ada klaim-klaim bahwa Pancasila meupakan hasil karya seseorang atau
kelompok tertentu, apalagi membuat pengelompokan politik yang eksklusif sambil
menganggap kelompok lain tidak nasionalis atau tudak Pancasilais. Pancasila
harus dipahami dan diterima sebagai karya bersama the founding people dan segala aliran-aliran yang ada saat itu yang
karenanya harus dipertahankan secara bersama pula (Mahfud MD, 2009:22-25).
3. Pranarka, A.M.W.
1985. Sejarah Pemikiran Tentang
Pancasila. Jakarta: Yayasan Proklamasi CSIS. (Halaman 25-36).
Pada tanggal
29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan pendapatnya di dalam sidang Badan
Penyelidik itu. Pendapat Muh. Yamin itu dibagikan ke dalam lima hal sebagai
berikut:
a.
Peri
Kebangsaan
b.
Peri
kemanusiaan
c.
Peri
Ketuhanan
d.
Peri
Kerakyatan
e.
Kesejahteraan
Rakyat.
Di dalam
pidato itu Muh. Yamin berbicara mengenai dasar Peri Kebangsaan dan Ketuhanan,
antara lain mengemukakan:
“Negara baru yang akan kita
bentuk, adalah suatu Negara kebangsaan Indonesia atau suatu nasionale staat atau suatu Etat National
yang sewajar dengan peradaban kita dan menurut susunan dunia sekeluarga di atas
dasar kebangsaan dan ketuhanan”.
Menurut
pandangannya, negara Indonesia merdeka harus didasarkan atas peradaban
Indonesia yaitu sebagai berikut:
“… rakyat Indonesia mesti
mendapat dasar Negara yang berasal dari pada peradaban kebangsaan Indonesia,
orang Timur pulang kepada kebudayaan timur.
… kita tidak berniat lalu akan
meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran… kita bangsa Indonesia masuk yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu
tahun umurnya.”
Di bagian
lain dari pidato yang diucapkannnya pada tanggal 29 Mei 1945 itu, Muh. Yamin
mengatakan:
“Dalam
keadaan yang seperti itu, perjalanan fikiran untuk kebaikan negara Indonesia yang
kita selediki itu dengan sendirinya tidak tertuju kepada beberapa cita-cita
yang telah hancur luluh dalam mahayuda sekarang, melainkan ditujukan kepada
peninjauan diri sendiri sebagai bangsa yang beradab. Dengan penuh keyakinan, bahwa negara itu
berhubungan rapi hidupnya dengan tanah-air, bangsa, kebudayaan dan kemakmuran
Indonesia, seperti setangkai bunga berhubungan rapi dengan dahan dan daun, cabang
dan urat besama-sama dengan alam dan bumi, seperti tulang, darah dan daging
dalam badan-tubuh yang berjiwa dan bernyawa sehat, maka kewajiban kita yang
pertama kali menjusuli dasar hidup kita kedalam pangkuan, haribaan kita
sendiri, sebelumnya kita membicarakan bentuk, cara memerintah dan susunan
pemerintah nanti”.
Dengan
rumusan lebih lanjut Muh. Yamin mengatakan bahwa “pokok-pokok aturan dasar
Negara Indonesia haruslah disusun menurut watak peradaban Indonesia”. Di dalam
pidato yang diucapkannya tanggal 29 Mei 1945 itu, dibicarakan pula tentang peri
kemanusiaan, ketuhanan, permusyawaratan dan perwakilan, ditegaskan delapan
paham Negara Indonesia Merdeka, dan disinggung pula hal-hal yang berkenaan
dengan kehidupan ekonomi. Sebagai kelengakapan pada pidato itu, Muh. Yamin
melampirkan suatu rancangan sementara Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
yang dirumuskannya:
“Habislah
pembicaraan tentang azas kemanusiaan, kebangsaan, kesejahteraan dan dasar yang
tiga, yang diberkati kerachmatan Tuhan, yang semuanya akan menjadi tiang negara,
keselamatan yang akan dibentuk. Dengan ini saja mempersemabahkan kepada sidang
sebagai lampiran suatu rancangan sementara berisi perumusan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia”. Demikianlah antara lain Muh. Yamin mengakhiri pidatonya.
Pada naskah
Rancangan Undang-Undang Dasar yang disampaikan itu terdapat lima dasar negara
yang dicantumkan, yakni:
1.
Ke-Tuhanan yang Maha
Esa.
2.
Kebangsaan Persatuan
Indonesia.
3.
Rasa kemanusiaan yang
adil dan beradab.
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Soepomo, di
dalam pidato yang diucapkannya pada tanggal 31 Mei 1945, terlebih dahulu
mengulas pembicaraan-pembicaraan yang sudah disampaikan oleh para anggota
sebelumnya. Dalam kerangaka pemikiran ini disebutkan beberapa ciri alam pikiran
kebudayaan Indonesia itu, di antaranya: cita-cita persatuan hidup, keseimbangan
lahir dan batin, pemimpin yang bersatu jiwa dengan rakyat, musyawarah, suasana
persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan rakyat yang satu
dengan yang lain, dan segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong,
serta semangat kekeluargaan. Atas dasar itu Soepomo menegaskan:
“Maka
teranglah tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak mendirikan negara
Indonesia yang sesuai dengan keistemawaan sifat dan corak masyarakat Indonesia,
maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (Staatsidee) negara yang intregalistik, negara yang bersatu dengan
seluruh rakyatnya, yang mengatasi
seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun”.
Pada tanggal
1 Juni 1945, di dalam pidato yang terdiri dari sekitar 6.480 kata, Soekarno
mengemukakan pendapatnya tentang dasar Negara Indonesia Merdeka. Kemudian
mulailah Soekarno memaparkan pandangannya mengenai dasar-dasar Indonesia Merdeka.
Pada urutan pertama disebutkan dasar kebangsaan.
“Dasar pertama, yang baik
dijadikan dasar buat Negara Indonesia ialah dasar kebangsaan. Kita mendirikan
satu Negara Kebangsaan Indonesia”.
Sebagai
dasar kedua disebutkan internasionalisme, sesudahnya Soekarno mengemukakan
bahaya-bahaya yang dapat timbul dari nasionalisme.
“Kita bukan saja harus
mendirikan Negara Indonesia Merdeka, tetapi harus menuju pula kepada
kekeluargaaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saja yang kedua. Inilah
Filosofisch Principe yang nomor dua, yang saya
usulkan pada tuan-tuan, yang boleh saja namakan internasionalisme.”
Dasar ketiga
yang dikemukakan oleh Soekarno adalah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar
permusyawaratan.
“Kemudian, apakah dasar yang
ke-3? Dasar itu adalah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusjawaratan.
Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya.
Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat
satu. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
permusyawaratan, perwakilan”.
Dasar yang
keempat adalah kesejahteraan, Soekarno berkata:
“Prinsip No.4 sekarang saya
usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip
kesejahteraan, prinsip tidak aka ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka …
maka oleh karena itu jika kita memang betul-betul mengerti, mengingat,
mentcintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal Sociate Rechvaardigheid ini, yaitu
bukan saja persamaan politik. Saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan
ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersaama yang
sebaik-baiknya”.
Akhirnya
prinsip kelima diutarakan oleh Soekarno yaitu prinsip Ketuhanan
“Saudara-saudara, apakah prinsip
ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip: (1) Kebangsaan Indonesi (2)
Internasionalisme atau peri kemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4)
kesejahteraan sosial. Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa Tuhan Yang Maha
Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja ber-Tuhan, Tuhannya sendiri. Yang Kristen
menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang islam ber-Tuhan menurut
petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang budha menjalankan ibadatnya menurut
kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya
Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhanya
dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan,
yakni dengan tiada egoism agama. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara
yang bertuhan”.
Setelah
menguraikan pendapatnya mengenai lima dasar negara Indonesia tersebut, Soekarno
kemudian berbicara tentang nama dasar negara itu.
“Saudara-saudara! Dasar-dasar
Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? bukan! Nama
Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita
membicarakan dasar … namanya bukan Panca
Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa
namnya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar
itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.
Demikianlah
pada tanggal 1 Juni 1945 itu, Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang
Pancasila, yaitu nama dari lima dasar Negara Indonesia yang diusulkannya
berkenaan dengan permasalahan di sekitar dasar Negara Indonesia Meredeka. Untuk
pertama kalinya, pemikiran tentang Pancasila baik dalam pengertian nama maupun
dalam pengertian isinya., secara eksplisit dan terurai dicetuskan dan tercatat
di dalam sejarah. Sidang umum pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia diakhiri pada tanggal 1 Juni 1945. Untuk melancatkan
pelaksanaan kerja Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan,
dibentuklah satu panitia kecil yang diketuai oleh Soekarno, dengan tugas
mengumpulkan usul-usul para anggota dan mempelajarinya.
Sidang umum
Kedua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibuka pada
tanggal 10 Juli 1945. Acara dimulai dengan laporan Soekarno selaku Ketua
Panitia Kecil. Sebagaimana diketahui salah satu keputusan yang pertama yang
diambil oleh Ketua Badan tersebut di dalam sidang umumnya yang pertama adalah membentuk satu panitia
kecil guna membantu memperlancar pelaksanaan tugas badan tersebut. Panitia itu
terdiri dari delapan orang, yaitu Soekarno, Moh. Hatta, Sutardjo, Wachid Hasyim, Hadikusumo, Otto
Iskandardinata, Muh. Yamin dan Maramis.
Laporan
Soekarno terdiri dari dua bagian: pertama, mengenai hasil inventarisasi usul
dan pendapat para anggota, kedua,
mengenai usaha yang dilaksanakannya untuk mencapai modus kompromi antara
golongan islam dan golongan kebangsaan.
Menurut
catatan panitia, sebanyak 40 anggota
telah memasukkan usul. Usul tersebut mengenai 32 soal, akan tetapi persoalan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi sembilan golongan:
1.
Golongan usul yang
meminta Indonesia Merdeka selekasnya.
2.
Golongan usul yang
mengenai dasar negara.
3.
Golongan usul yang
mengenai unifikasi atau federal.
4.
Golongan usul yang
mengenai bentuk negara atau kepala negara.
5.
Golongan usul yang
mengenai warga negara.
6.
Golongan usul yang
mengenai daerah.
7.
Golongan usul yang
mengenai soal agama dan negara.
8.
Golongan usul yang
mengenai pembelaan.
9.
Golongan usul yang
mengenai soal keuangan.
Mengingat
banyaknya permintaan yang menginginkan Indonesia Merdeka secepatnya, maka
Panitia Kecil menyampaikan tiga buah usul kepada Ketua Badan Penyelidik sebagai
berikut:
1.
Badan Penyelidik ini
menentukan bentuk Negara dan menyusun Hukum Dasar Negara.
2.
Minta lekas dari
Pemerintah Agung di Tokyo pengesahan Hukum Dasar itu dan minta agar dengan
selekas-lekasnya diadakan Badan dan Persiapan Kemerdekaan, yang kewajibannya
ialah sekedar menyelanggarakan Negara Indonesiaa Merdeka di atas Hukum Dasar
yang ditentukan oleh Badan Penyelidik, serta melantik pemerintah nasional;
3.
Soal tentara
kebangsaan dan soal keuangan.
4. Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga. (Halaman:
11).
Nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan jepada negara kebangsaan.
Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah
darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di
daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.
C.
Kajian mengenai
Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
1.
Pengertian pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu peristiwa atau
situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan mempermudah proses
belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa (Nazarudin, 2007:163). Selanjutnya pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Hamalik,1995:57). Jadi pembelajaran merupakan suatu usaha yang
sengaja dirancang dalam rangka membantu proses belajar guna mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
2. Syarat-syarat
pembelajaran. Suatu kegiatan dapat dikatakan sebagai pembelajaran apabila memenuhi syarat-syarat
sebagaimana berikut ini:
a. Kegiatan dilakukan secara sengaja dan terencana. Sejak awal kegiatan
sudah direncanakan dan terjadwal sehingga bukan merupakan kegiatan yang reflek
maupun spontan, maka telah ada program yang akan diajarkan serta persiapan ke
arah terjadinya pembelajaran.
b. Kegiatan dilakukan oleh guru, instruktur atau tutor selaku pihak yang
memiliki kualifikasi dan profesionalitas yang diakui sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
c. Terdapat interaksi educational dengan
saling sharing penetahuan maupun pengalaman sehingga unsur
mendidik sangat dominan.
d. Kegiatan dilandasi dengan metodologi pembelajaran, dimana telah didesain
dengan mengikuti pola pedagogik yang sudah divalidasikan.
e. Mempunyai tujuan instruksional, yaitu dengan memprogramkan tujuan
pembelajaran dalam pendidikan.
f. Terdapat verifikasi baik dalam proses maupun akhir kegiatan, sehingga
dapat diperoleh feed back untuk
penilaian kegiatan pembelajaran maupun untuk remedial teaching.
g. Terdapat program yang direncanakan dalam interaksi educational sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik (Jumali dkk. 2008:30).
3. Langkah-langkah
pembelajaran. Menurut Piaget, langkah-langkah pembelajaran meliputi:
a. Menetukan topik yang dipelajari sendiri oleh siswa.
b. Menilai dan mengembangkan aktivitas kelas.
c. Guru mengetahui adanya kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan yang
menunjang proses pemecahan masalah.
d. Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan
revisi (Nazarudin, 2007:163-164).
4.
Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan
merupakan pendidikan untuk mengenali dan
menghayati hak-hak warganegara yang asasi (civil right) diacarakan dengan harapan agar setiap peserta didik pada
akhirnya akan dapat menyadari hak- haknya yang asasi, yang perlindungannya
dijamin oleh undang-undang negara (Wignjosoebroto,
2008:19). Berdasarkan pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah
pendidikan untuk dapat mengenali dan menghayati hak-hak warganegara yang asasi,
yang diharapkan agar setiap peserta didik pada akhirnya mampu menyadari
hak-haknya yang asasi serta dijamin oleh undang-undang negara
5.
Tujuan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
a.
Perilaku yang
memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil beradab.
c. Perilaku kebudayaan.
d. Beraneka kepentingan perilaku yang mendukung
kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan
dan golongan (Sunni, Ana. 2013)
6.
Pengertian pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Dari pengertian
pembelajaran dan pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diatas
maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dalah suatu proses belajar mengajar dan juga komunikasi yang
dilakukan guru dan siswa pada mata
pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
7.
Pentingnya pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan. Menurut
Octo (2012), pentingnya pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
sebagai
berikut:
a.
Memberikan
pembelajaran tentang NKRI sudah final dan Tujuan nasional didirikannya NKRI,
wawasan nasional (dengan mengenal 50 masalah nasional) sehingga mahasiswa mempunyai
rasa nasionalisme yang diperlukan bangsa dan ocal RI.
b.
Memberikan pembelajaran tentang
Ketahanan nasional, sehingga mahasiswa sadar akan pentingnya menyiapkan diri agar dapat menjalankan bela
ocal, bangsa dan agama.
c.
Memberikan pembelajaran mengempati
posisi pejabat ocal seperti menteri ocal, kepala badan atau lembaga tinggi pemerintahan dengan menyampaikan satu
masalah nasional untuk diseminarkan dalam kelas, dihadapan mahasiswa lain yang
bertindak selaku “kepala dinas provinsi” atau anggota DPR yang akan mengkritisi
paparan “menteri”.
d.
Memberikan pembelajaran agar mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai masalah yang
ada dengan cara dapat menyelesaikan permasalah yang ada dengan cara pendekatan
atau pandang yang komprehensif, intergralistik, sistemik, holistik.
Pentingnya pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan adalah sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sehingga perlu ditanamkan kepada anak
didik sejak dini (Wijianto, 2009:232).
D.
Pemanfaatan Referensi
yang Relevan untuk Mengembangkan Materi Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai
Dasar Negara dalam Pembelajaran Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan pada
Siswa Kelas VII SMP.
E.
Keterkaitan Referensi
yang Relevan dengan Pengembangan Materi Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara
dalam Pembelajaran Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan pada Siswa Kelas
VII SMP.
Reverensi yang relevan
maksudnya mempunyai kaitan atau hubungan dengan materi berkomitmen terhadap
Pancasila sebagai Dasar Negara. Reverensi yang digunakan untuk mengembangkan
materi tesebut adalah buku-buku yang dibuat oleh ahlinya seperti buku “konstitusi
dalam kontroversi isu” dan “dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia”
ciptaan Moh. Mahfud MD. Selain dua buku tersebut, menggunakan juga buku “sejarah
pemikiran tentang Pancasila” karya Pranarka yang memang memuat proses pembuatan
dasar negara meskipun hanya pokok-pokonya saja. Dan satu alinea mengenai
pengertian nasionalisme kaitannya dengan pembahasan materi semangat pendiri
bangsa diambil dari buku “nasionalisme arti dan sejarahnya” karya Hans Kohn.
Buku-buku
tersebut di atas tentunya berkaitan dengan materi yang sedang dikembangkan.
Seperti pengembangan materi tentang pembentukan BPUPKI yang hanya dicantumkan
pokok-pokoknya saja di tambahkan materi dari buku Mahfud MD yang pembahasannya
lebih luas dan lebih rinci. Di dalam buku Mahfud MD dan Pranarka diuraikan
secara lebih rinci tentang proses sidang BPUPKI khususnya yang berkaitan dengan
materi yaitu sidang I BPUPKI. Dalam
sidang tersebut Pranarka menjabarkan proses pidato dari tokoh-tokoh yang
mengusulkan dasar negara Indonesia yaitu kutipan pidato Muh. Yamin, Soepomo dan
Soekarno.
Pengembangan
materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara melalui kajian yang
relevan akan meningkatkan pembahasan mengenai materi tersebut secara lebih
rinci. Materi yang telah dikembangkan dengan mengambil dari buku yang relevan
akan membuat siswa mengetahui lebih mendalam sehingga siswa mendapatkan
pengetahuan yang lebih luas mengenai materi tersebut. Selain itu guru juga
mendapatkan pengetahuan yang berbeda selain dari buku paket.
BAB III
PENGEMBANGAN MATERI BERKOMITMEN TERHADAP
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA MELALUI
REFERENSI YANG RELEVAN
A.
Sejarah dan Komitmen Pendiri
Negara dalam Perumusan Pancasila
1.
Pembentukan BPUPKI
Selama ratusan tahun Belanda
menjajah Indonesia. Sejarah juga mencatat kekalahan Belanda oleh Jepang
kemudian menyebabkan bangsa Indonesia dijajah oleh Jepang. Pepatah mengatakan
“lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya” tepatlah kiranya untuk
menggambarkan kondisi Indonesia saat itu.
Jepang mulai menguasai
Indonesia setelah Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa
Barat pada 8 Maret 1942. Semboyan “ Jepang pelindung Asia, Jepang Pemimpin
Asia, dan Jepang cahaya Asia” didengungkan untuk menarik simpati rakyat
Indonesia. Sejak berkuasa di Indonesia, Jepang dengan segala cara menguras
kekayaan dan tenaga rakyat Indonesia yang menimbulkan kesengsaraan rakyat
Indonesia.
Penjajahan oleh Belanda dan
Jepang penderitaan yang dalam untuk bangsa Indonesia. Namun penderiataan
tersebut tidak menyurutkan semangat bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan menyusun barisan dan bersatu padu mewujudkan
kemerdekaan yang dicita-citakan. Kekalahan Jepang pada perang dunia II memberi
peluang bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaannya.
Pada bulan September 1944,
Perdana Menteri Jepang Kaiso, dalam sidang parlemen mengatakan bahwa Jepang
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tindak lanjut dari janji
tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan Dokuritsu Zunbi Chosakai ( Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI). BPUPKI diberi tugas menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar bagi
Indonesia yang saat itu dijanjikan akan segera diberi kemerdekaan (Mahfud MD,
2009:13). BPUPKI beranggotakan 62 orang terdiri atas
tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang anggota perwakilan dari Jepang. Ketua
BPUPKI adalah dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan dua wakil ketua yaitu
Ichibase Yosio (Jepang) dan RP Soeroso.
BPUPKI selama tugasnya
mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Seluruh
sidang dilakukan di Jakarta sebelum kekalahan kekaisaran Jepang terhadap sekutu
pada 14 Agustus 1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar
negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar yang
dipimpin langsung oleh ketua BPUPKI. Sidang pertama berlangsung pada tanggal 29
Mei 1945 sampai 1 Jni 1945 dengan agenda pembahasan dasar negara.
Sidang pertama BPUPKI
tidak dapat melahirkan kesepakatan final tentang dasar negara, karena kaum
nasionalis Islam masih menawarkan alternatif yang berbeda. Oleh sebab itu
setelah selesainya sidang tahap pertama itu sebuah panitia kecil yang terdiri
dari 39 orang melanjutkan pembahasan tentang itu di Jakarta. Panitia kecil ini
kemudian membentuk panitia yang lebih kecil yang terdiri dari 9 orang. Perdebatan di dalam panitia kecil yang
beranggotakan 38 orang itu maupun di dalam Panitia 9 terus berlangsung dan
kedua pihak tetap mempertahankan pendirian masing-masing tentang dasar negara
(Mahfud MD,2001:40).
Tanggal 22 Juni 1945
Panitia 9 berhasil mencapai modus vivendi (kesepakatan luhur) dalam bentuk
kompromis antara golongan islam dan golongan nasionalis, artinya keinginan kedua
pihak ditampung dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta.
Tak dapat disangkal bahwa piagam ini lahir melalui perdebatan dan jerih payah
yang menguras energi, sesuatu yang ternyata dapat disimpulkan dari laporan
Soekarno selaku ketua Panitia 9 kepada BPUPKI pada tanggal 19 juli 1945 (Mahfud
MD,2001:40-41).
Sidang kedua berlangsung
mulai tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Agenda sidang kedua adalah pembahasan
bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar,
ekonomi, keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran. Kemerdekaan Indonesia
bukan pemberian bangsa Jepang. Hal inilah yang harus kamu pahami. Walaupun
Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan, jaji tersebut adalah sebuah tipu
muslihat agar bangsa Indonesia bersimpati dan mau membantu Jepang yang berada
diambang kekalahan.
2.
Usulan Dasar Negara oleh
Tokoh Perumus Dasar Negara
Dasar negara merupakan
fondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan , tanpa fondasi
bangunan itu tidak akan berdiri dengan kukuh. Oleh karena itu, dasar negara
sebagai fondasi harus disusun sebaik mungkin.
Para pendiri negara yang
tergabung dengan BPUPKI mempunyai sebuah pemikiran yang berbeda tentang dasar
negara Indonesia merdeka. Atas dasar pengalaman bernegara, pembelajaran, dan
perbandingan dengan negara lain, para pendiri negara mengusulkan dasar negara.
Usulan mengenai dasar
Indonesia merdeka pada sidang pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh
Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr. Moh Yamin mengusulkan
dasar negara pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam mengusulkan
rancangan dasar Indonesia merdeka, Moh Yamin menekankan bahwa:
“....rakyat Indonesia mesti
mendapatkan dasar negara yang berasal daripada peradaban bangsa Indonesia,
orang Timur pulang pada kebudayaan Timur.”
“...kita tidak berniat, lalu
akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia
masuk yang beradap dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Moh Yamin mengusulkan
lima asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu:
1.
Peri kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri ketuhanan
4.
Peri kerakyatan
5.
Kesejahteraan sosial
Setelah selesai berpidato,
Moh Yamin menyampaikan mengenai asas dasar dan negara Indonesia merdeka secara
tertulis kepada Ketua Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas
dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Moh Yamin adalah sebagai
berikut:
a.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.
Kebangsaan kemanusiaan yang
adil dan beradap.
c.
Rasa keadilan sosial.
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmah kebijaksanan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
e.
Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Informasi tentang
usul-usul Yamin ini terdapat di dalam buku karya Muh. Yamin. Banyak yang
meragukan informasi itu, termasuk pelaku sejarah seperti Hatta dan Abdulgani.
Mereka menyatakan bahwa sebenarnya Muh. Yamin tidak pernah menyampaikan usul
tersebut (Mahfud MD, 2009:15).
Sejauh menyangkut peran
Muh. Yamin dapat dikemukakan bahwa memang sulit dipercaya jika Muh. Yamin
benar-benar pernah menyampikan usul tertulis mengenai Rancangan UUD yang memuat
juga dasar negara yang ternyata sama dengan Pancasila yang ada sekarang. Di
dalam bukunya yang konntroversial itu Muh. Yamin mengatakan bahwa pada 29 Mei
dirinya berpidato di sidang BPUPKI dan menyampaikan usul secara lisan, namun
setelah selesainya sidang BPUPKI pada hari itu Muh. Yamin menyampiakan usul
tertulis dengan uraian yang panjangnya mencapai 21 halaman. Di dalam uraian
yang sangat panjang itulah dimuat lima dasar negara yang ternyata sama isinya
dengan dasar negara yang ada sekarang (Mahfud MD, 2009:23).
Akan tetapi ada yang tidak
logis sehingga sulit dipercaya bahwa Muh. Yamin memang pernah menyampaikan usul
tertulis tersebut. Selain tidak pernah jelas disampaikan kepada siapa usul
tertulis itu, naskah sepanjang 21 halaman sulit untuk dipercaya kalau ditulis
setelah selesainya rapat BPUPKI hari itu. Logikanya, jika Muh. Yamin mempunyai
usul tertulis yang sepanjang itu tentu usul tertulis itu sudah ada pada pagi
hari ketika dirinya menyampaikan pidato lisan, sebab naskah tetulis sepanjang
itu sangat meragukan untuk bisa ditulis dan diselesaikan pada sore harinya,
apalagi isinya berbeda dengan usul yang disampaikan secara lisan. Tetapi kalau
naskah itu sudah ada pada pagi harinya pertanyaanya mengapa Muh. Yamin
menyampaikan usul secara lisan yang isinya berbeda dengan usul yang tertulis
yang katanya disampaikan setelah sidang BPUPKI hari itu (Mahfud MD,
2009:23-24).
Dari sinilah kita dapat
merujuk pada Hatta dan Roeslan Abdulgani bahwa sebenarnya Yamin tidak pernah
menyampaikan usul tertulis pada 29 Mei 1945. Usul tertulis yang dilkaim Muh. Yamin
itu sebenarnya dibuat kemudian (setelah Indonesia merdeka) untuk dimuat di
dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar yang terbit pada 1959 dengan
seakan-akan naskah itu telah dibuat pada 29 Mei 1945 (Mahfud MD, 2009:24).
Selanjutnaya pada tanggal 31
Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara, menurut
Soepomo dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut:
a.
Persatuan
b.
Kekeluargaan
c.
Keseimbangan lahir dan batin
d.
Musyawarah
e.
Keadilan rakyat
Soepomo juga menekankan bahwa
negara Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan dirinya dengan
golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan dirinya dengan
golongan paling kuat (golongan ekonomi dan politik paling kuat). Akan tetapi
negara mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat yang berbeda golongan
dan paham.
Konsep negara oleh Soepomo
tersebut selanjutnya disebut sebagai konsep negara integralistik, yang kemudian banyak dianut dan dikampanyekan juga oleh pemerintah orde
baru sebagai paham kenegaraan yang dianut oleh UUD 1945. Padahal tidak ada satu
faktapun ide ini diterima oleh BPUPKI, bahkan pembahasan atasnya di dalam
sidang BPUPKI hampir-hampir tidak ada yang membahas atau mengelaborasinya lebih
jauh. Lebih dari itu sejak 11 Juli 1945 (setelah Piagam Jakarta disetujui oleh
sidang pleno II BPUPKI dan Soepomo diminta menyusun Rancangan UUD sesuai dengan
Mukaddimah atau Piagam Jakarta yang telah disepakati itu), dan lebih-lebih
setelah proklamasi kemerdekaan Soepomo sendiri tidak pernah lagi mengusulkan
negara integralistik, terutama setelah ditugasi menyusun RUUDS 1950 yang
ternyata sangat liberal dan tidak berbau konsepsi integralistik sama sekali
(Mahfud MD, 2009:15).
Ir. Soekarno berpidato pada
tanggal 1 juni 1945. Dalam pidatonya Ir. Soekarno mengemukakan dasar negara
Indonesia merdeka. Dasar negara menurut Ir. Soekarno berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara Indonesia
merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai berikut:
a.
Kebagsaan Indonesia
b.
Internasionale atau peri
kemanusiaan
c.
Mufakat atau demokrasi
d.
Kesejahteraan sosial
e.
Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir. soekarno dalam sidang
itupun menyampaikan bahwa kelima dasar negara tersebut dinamakan Panca Darma.
Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi
Pancasila. Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang
Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar pada
peristiwa tersebut maka tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya
Pancasila.
Saat pidato dalam sidang
BPUPKI, Soekarno sendiri memberi peluang atas perubahan (penyesuaian) atas
usulnya tersebut dengan memeras Pancasila menjadi Trisila yang bahkan dapat
diperas lagi menjadi Ekasila. Soekarno mengatakan bahwa jika Pancasila dirasa
terlalu panjang dapat diperas menjadi Trisila yaitu sosio nasionalisme, sosio
demokrasi dan ketuhanan. Kemudian seandainya Trisila masih dianggap terlalu
panjang maka masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila yaitu gotong royong
(Mahfud MD, 2009:17).
Tampak jelas bahwa nama
Pancasila sebagai dasar negara memang secara resmi lahir dari usul Soekarno
pada 1 Juni 1945 sehingga tidak salah jika tanggal tersebut dinyatakan sebagai
hari lahirnya Pancasila. Akan tetapi dari segi isi, Pancasila yang diusulkan
oleh Soekarno 1 Juni 1945 berbeda dengan Pancasila yang disahkan oleh PPKI 18
Agustus 1945 dan berlaku secara resmi saat ini. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa Pancasila yang secara utuh berlaku sekarang bukanlah
merupakan usul utuh Soekarno, seperti halnya bukan juga merupakan usul tertulis
Muh. Yamin. Meskipun memang banyak dikontribusi oleh Soekarno, Pancasila yang
sekarang merupakan karya bersama para pendiri negara yang lahir dari proses
sejarah (Mahfud MD, 2009:17-18).
B.
Semangat dan Komitmen
Kebangsaan Para Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila
1.
Semangat Pendiri Negara
Semangat mengandung arti
tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu.
Para pendiri negara merupakan contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki
semangat yang kuat dalam membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara
terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara lain di dunia.
Semangat kebangsaan harus
tumbuh dan dipupuk dalam diri warga negara Indonesia. Semangat kebangsaan
merupakan semangat yang tumbuh dari dalam diri warga negara untuk mencintai dan
rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Seseorang yang memiliki
rasa kebagsaan Indonesia akan memiliki kebanggaan sebagai warga negara
Indonesia. Kebanggaan sebagai bangsa dapat kita rasakan, misalnya ketika
bendera Merah Putih berkibar dalam kejuaraan olahraga antar negara.
Keberhasilan bangsa Indonesia
memproklamasikan Kemerdekaannya merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan
terhadap bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan
diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga. Segenap pengorbanan rakyat
tersebut bertujuan untuk merebut dan mempertahanhkan kemerdekaan dari penjajah.
Semangat kebangsaan disebut
juga sebagai nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme adalah suatu paham yang
menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan
kepada negara, kebangsaan atau nation
state. Nasionalisme adalah suatu paham, yang
berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah
tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di
daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda
(Kohn, 1984:11).
Ada dua jenis pengertian nasionalisme yaitu
nasionalisme dalam arti sempit dan nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme
dalam arti sempit juga disebut nasionalisme yang negatif karena mengandung
makna perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsanya sangat tinggi dan
belebihan, sebaliknya memandang rendah terhadap bangsa lain. Nasionalisme dalam
arti sempit disebut juga dengan chauvinisme.
Chauvinisme ini pernah dipraktekkan
oleh Jerman pada masa Hittler tahun 1934-1945. Paham tersebut menganggap Jerman
di atas segala-galanya didunia (Deutschland
Uber Alles in der Wetf).
Jenis nasionalisme yang kedua
adalah nasionalisme dalam arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme
dalam arti inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia karena mengandung
makna cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air dan tidak memandang
rendah bangsa lain. Dalam mengadakan hubungan dengan negara lain, kita selalu
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta menempatkan negara lain
sederajat dengan bangsa kita.
Patriotisme berasal dari kata
patria yang artinya tanah air. Kata patria kemudian berubah menjadi kata
patriot yang artinya seseorang yang mencintai tanah air. Patriotisme berarti
semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang bersedia mengorbankan
segala-galanya untuk mempertahankan bangsanya. Patriotisme muncul setelah
lahirnya nasionalisme namun umumnya patriotisme dan nasionalisme diartikan
sama.
Jiwa nasionalisme sudah
tampak dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia antara lain diwujudkan dalam
bentuk kerelaan para pahlawan bangsa untuk merebut dan mempertahankan
kemerdekaan dengan mengorbankan jiwa dan raga. Jiwa dan semangat bangsa
Indonesia untuk merebut kemerdekaan sering juga disebut jiwa dan semangat 45.
Jiwa dan semangat 45 antara lain:
a.
Pro-patria dan primus
patrialis, mencintai tanah air dan mendahulukan kepentinagan tanah air.
b.
Jiwa solidaritas dan
kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan.
c.
Jiwa toleran atau
tenggangrasa antar agama, antar suku, antar golongan, antar bangsa.
d.
Jiwa tanpa pamrih dan
bertanggungjawab.
e.
Jiwa kesatria dan kebesaran
jiwa yang tidak mengandung balas dendam.
Nasionalisme dan patriotisme dibutuhkan
bangsa Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa serta
negara. Kejayaan sebagai bangsa dapat dicontohkan oleh seorang atlet yang
berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk membela tanah airnya. Salah satu
semangat yang dimilaiki oleh para pendiri negara dalam merumuskan Pancasila
adalah semangat mendahulukan kepentinagan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi ataupun golongan.
2.
Komitmen Para Pendiri Negara
dalam Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Komitmen adalah sikap dan
perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta
melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan
cita-cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen
terhadap bangsa adalah orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sebelum dibahas lebih jauh
perlu diketahui siapa saja yang disebut dengan pendiri negara. Pendiri negara
adalah orang-orang yang berjasa dalam membuat dasar negara, undang-undang
dasar, bentuk negara dan lain-lain. Dibawah ini akan diuaraikan nama lembaga
dan pendiri negara Indonesia.
Tabel 1. Nama Anggota BPUPKI
I. Badan Penyelidik Usaha-usaha
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Dibentuk 1 Maret 1945
dengan 63 anggota
|
|||
1.
|
KRT Radjiman Wedyodiningrat (Ketua)
|
33.
|
Rooseno
|
2.
|
Itibangase Yosio (Wakil Ketua)
|
34.
|
Agoes Salim
|
3.
|
RP Soeroso (Wakil Ketua)
|
35.
|
Samsi
|
4.
|
Abiekoesno Tjokrosoejoso
|
36.
|
RM Sartono
|
5.
|
H. Ahmad Sanusi
|
37.
|
R. Samsoedin
|
6.
|
KH Abdul Halim
|
38.
|
R. Sastromoeljono
|
7.
|
Asikin Widjajakoesoema
|
39.
|
RP Singgih
|
8.
|
M. Aris
|
40.
|
Soekarno
|
9.
|
R. Abdul Kadir
|
41.
|
R. Soedirman
|
10
|
R. Buntaran Martoatmodjo
|
42.
|
Soekardjo Wirjopranoto
|
11.
|
BPH Bintoro
|
43.
|
Soekiman
|
12.
|
Ki Hajar Dewantara
|
44.
|
A. Soebardjo
|
13.
|
AM Dasad
|
45.
|
Soepomo
|
14.
|
PAH Djajadiningrat
|
46.
|
MP Soerahman Tjokroadisoerjo
|
15.
|
Moh. Hatta
|
47.
|
Sutardjo Hadikoesoemo
|
16.
|
Ki Bagoes Hadikoesoemo
|
48.
|
RMTA Soerjo
|
17.
|
R. Hindromartono
|
49.
|
Soesanto
|
18.
|
Muhammad Yamin
|
5.
|
Soewandi
|
19.
|
AA Soemitro Kolopaking P.
|
51.
|
KRMA Sosrodiningrat
|
20.
|
R. Koesoema Admadja
|
52.
|
KHA Wachid Hasyim
|
21.
|
J. Latuharhary
|
53.
|
KRMTH Woerjaningrat
|
22.
|
RM Margono Djojohadikoesoemo
|
54.
|
RAA Wiranatakoesoema
|
23.
|
AA Meramis
|
55.
|
KRMT Wongsonagoro
|
24.
|
KH Masjkoer
|
56.
|
Ny. Maria Ulfa Santoso
|
25.
|
KHM Mansoer
|
57.
|
Ny. RSS Soenarjo M
|
26.
|
Moenandar
|
58.
|
Oei Tjong Hauw
|
27.
|
A. Kahar Moezakkir
|
59.
|
Oei Tiang Tjoei
|
28.
|
Oto Iskandardinata
|
60.
|
Liem Koen Hian
|
29.
|
Parada Harahap
|
61.
|
Tan Eng Hoa
|
30.
|
BPH Poeroebojo
|
62.
|
PF Dahler
|
31.
|
Abdulrahim Pratalykrama
|
63.
|
A. Baswedan
|
32.
|
Rooslan Wongsokoesoemo
|
|
|
Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009.
Halaman 30-31.
Tabel 2. Nama Anggota Panitia 8
II. Panitia 8
Dibentuk oleh BPUPKI
1 Juni 1945
|
|||
Golongan
Nasionalis
|
Golongan
Islam
|
||
1.
|
Soekarno
|
7.
|
Ki Bagoes Hadikoesoemo
|
2.
|
Mohammad Hatta
|
8.
|
Wachid Hasyim
|
3.
|
M. Yamin
|
|
|
4.
|
A. Meramis
|
|
|
5.
|
M. Soetardjo Kartohadikusumo
|
|
|
6.
|
Otto Iskandardinata
|
|
|
Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009.
Halaman 31.
Tabel
3. Nama Anggota Cuo Sangiin
III.
Cuo Sangiin
|
|||
1.
|
Soekarno
|
17.
|
R. Samsudin
|
2.
|
Muhammad Hatta
|
18.
|
R. Sukardjo Wiryopranoto
|
3.
|
Ki Hadjar Dewantara
|
19.
|
KH. Wachid Hasyim
|
4.
|
KH Halim
|
20.
|
Abikoesno Tjokrosoeyoso
|
5.
|
Ki Bagoes Hadikoesoemo
|
21.
|
RM Margono Djoyohadikoesoemo
|
6.
|
Sanusi Sastrowidagdo
|
22.
|
A. Meramis
|
7.
|
RM Sartono
|
23.
|
M. Aris
|
8.
|
RP Suroso
|
24.
|
BPA Poeroeboyo
|
9.
|
KRMTH Wuryaningrat
|
25.
|
Radjiman Wedyodiningrat
|
10.
|
J. Latuharhary
|
26.
|
KRMA Sosrodiningrat
|
11.
|
Moh. Yamin
|
27.
|
R. Soedirman
|
12.
|
R. Buntaran Martoadmojo
|
28.
|
R. Abdul Kadir
|
13.
|
PAH Djayadiningrat
|
29.
|
AR Baswedan
|
14.
|
Otto Iskandardinata
|
30.
|
PF Dahler
|
15.
|
KH Mas Mansoer
|
31.
|
Oei Tjong Hauw
|
16.
|
R. Ruslan Wongsokusumo
|
32.
|
Oei Tiang Tjoei
|
Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009.
Halaman 32.
Keterangan: badan Cuo
Sangiin dibentuk lebih dulu daripada BPUPKI yaitu tanggal 15 September
1943, tidak lama setelah jepang menduduki Indonesia. Awalnya badan ini
beranggotakan 23 orang, kemudian saat sidang VIII ( 18-21 Juni 1945) sudah
beranggotakan 32 orang yang semuanya meragkap anggota BPUPKI. Sidang VIII Cuo Sangiin inilah yang melahirkan
Panitia 9.
Tabel 4. Nama Anggota Panitia 9
IV. Panitia 9
Dibentuk secara
spontan oleh Soekarno pada sidang VIII Cuo Sangiin
|
|||
Golongan
Nasionalis
|
Golongan
Islam
|
||
1.
|
Soekarno
|
6.
|
Wachid Hasyim
|
2.
|
Mohammad Hatta
|
7.
|
A. Kahar Muzakkir
|
3.
|
Muh. Yamin
|
8.
|
H. Agus Salim
|
4.
|
A. Meramis
|
9.
|
Abikusno Tjokrosujoso
|
5.
|
Subarjo
|
|
|
Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009.
Halaman 32.
Tabel 5. Nama Anggota PPKI
V. Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI)
Dibentuk
pada tanggal 12 Agustus 1945
|
|||
1.
|
Soekarno (Ketua)
|
15.
|
Amir
|
2.
|
Moh. Hatta (Wakil Ketua)
|
16.
|
Abdoel Abbas
|
3.
|
Soepomo
|
17.
|
Tengku Moh. Hasan
|
4.
|
Radjiman Wedyodiningrat
|
18.
|
Hamidhan
|
5.
|
RP Soeroso
|
19.
|
Ratulangi
|
6.
|
Soetardjo
|
20.
|
Andi Pangeran
|
7.
|
KH. Wachid Hasyim
|
21.
|
I Gusti Ketut Pudja
|
8.
|
Ki Bagoes Hadikoesoemo
|
22.
|
WiranataKoesoema
|
9.
|
Otto Iskandardinata
|
23.
|
Ki Hajar Dewantar
|
10.
|
Abdoel Kadir
|
24.
|
Kasman Singodimedja
|
11.
|
Soerjohamodjojo
|
25.
|
Sajoeti
|
12.
|
Poeroebojo
|
26.
|
Koesoema Soemantri
|
13.
|
Yap Twan Bing
|
27.
|
Soebardjo
|
14.
|
J. Latuharhary
|
|
|
Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009.
Halaman 33.
Para pendiri negara dalam
perumusan Pancasila memiliki komitmen sebagai berikut ini.
a.
Memiliki semangat persatuan
dan nasionalisme
Pendiri negara memiliki
semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang tingggi ini diwujudkan
dalam bentuk mencintai tanah air dan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan pribadi dan kepentingan golongan.
b.
Adanya rasa memiliki terhadap
bangsa Indonesia
Pendiri negara dalam
merumuskan Pancasila dilandasi oleh rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia.
Oleh karena itu nilai-nilai yang lahir dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang
berasak dari bangsa Indonesia sendiri. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
musyawarah, dan keadilan sosial adalah nilai-nilai yang digali dan berasal dari
bangsa Indonesia.
c.
Selalu bersemangat dalam
berjuang
Para pendiri negara selalu
bersemangat dalam memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia
seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan para pendiri negara lainnya yang
mengalami cobaan dan tantangan perjuangan yang luar biasa. Ir. Soekarno dan
Drs. Moh. Hatta berkali-kali dipenjara oleh Belanda. Namun, semangat perjuangannya
para pendiri negara tetap bersemangat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
d.
Mendukung dan berupaya secara
aktif dalam mencapai cita-cita bangsa, yaitu bersatu, berdaulat, adil, dan
makmur.
e.
Melakukan pengorbanan pribadi
dengan cara menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,
pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang
menguntungkan bangsa dan negara walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.
Komitmen para pendiri negara
dalam membuat dasar negara Indonesia tercermin dalam proses penyusunan
Pancasila. Seperti diketahui pada sidang pleno pertama (29 Mei-1 Juni 1945),
BPUPKI gagal mengambil kesepakatan karena terjadi perdebatan dan perbedaan
tajam yang belum mencapai titik temu tentang dasar negara bagi Indonesia yang
saat itu akan dimerdekakan. Karena kegagalan itu maka BPUPKI membentuk panitia
8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventarisasi usul-usul para
anggota yang pada praktiknya sekaligus mencari kompromi dan merumuskan dasar
negara dan undang-undang dasar negara (Mahfud MD, 2009:4).
Tanggal 18-21 Juni 1945 pada
rapat ke VIII Cuo Sangiin yang
dihadiri oleh 38 orang anggotanya di Jakarta. Pada saat itulah Soekarno
menunjuk 9 dari 38 orang anggota BPUPKI yang kemudian diminta bekerja untuk
merumuskan mukaddimah undang-undang dasar dengan memperhatikan dan mencari
kompromi atas berbagai pendapat yang berkembang. Panitia ini kemudian dikenal
sebagai Panitia 9 yang melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Piagam
Jakarta ini kemudian dilaporkan pada sidang pleno BPUPKI 10 Juli 1945 dan
disahkan pada 14 Juli 1945 dengan menyepakati isinya sebagai dasar negara
(Mahfud MD, 2009:4-5).
Sebagai siswa dan generasi
muda, tentu kamu juga harus memiliki komitmen dalam berbangsa dan bernegara. Komitmen
berbangsa dan bernegara bagi generasi muda salah satunya dilakukan dengan
berkomitmen untuk mempersiapkan dan mewujudkan masa depan yang lebih baik
adalah giat belajar.
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran