Kamis, 21 November 2013

SEMINAR



PENGEMBANGAN MATERI BERKOMITMEN TERHADAP PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA MELALUI KAJIAN REFERENSI YANG RELEVAN DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA
DAN KEWARGANEGARAAN PADA SISWA KELAS VII SMP

MAKALAH
Untuk memenuhi sebagian tugas dalam menempuh mata
kuliah Seminar Pkn-Tn Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan


 Disusun Oleh Kelompok B 4:
  1. Galuh Munita Sari       A220100057
  2. Mitha Yuni Astuti        A220100076
  3. Bakoh Mulyati            A220100092



 
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN                                                          UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA                                                                              2013
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Kurikulum 2013 adalah kurikulum terbaru yang disahkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013 dianggap sebagai  pengganti  KTSP yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan Indonesia saat ini. Kurikulum 2013 dicita-citakan untuk mampu melahirkan generasi masa depan yang berkarakter mulia, mempunyai keterampilan yang relevan, dan mempunyai pengetahuan-pengetahuan yang luas. Dalam kurikulum ini dicantumkan nilai-nilai karakter yang diintegrasikan selama proses pembelajaran berlangsung. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik yang dituntut aktif mencari dan menemukan sendiri sesuatu yang berhubungan dengan materi pelajaran.
Kurikulum 2013 mulai diujicobakan dibeberapa sekolah negeri, yang direncanakan semua sekolah akan menerapkan kurikulum ini pada tahun 2015 mendatang. Keberhasilan penerapan kurikulum ini perlu melibatkan semua pihak, mulai dari tenaga pendidik, elemen sekolah, komite, dan kelengkapan perangkat pembelajaran. Tidak semua tenaga pendidik dapat mengampu mata pelajaran sesuai dengan kurikulum 2013, karena hanya pendidik yang sudah dibekali pelatihan khusus yang diperbolehkan. Ketika mengajar guru dituntut bisa menggunakan berbagai media ajar. Buku yang disediakan dalam implementasi kurikulum 2013 ada dua macam yaitu buku pegangan siswa dan buku pegangan guru. Di dalam buku guru mengandung panduan pelaksanaan proses pembelajaran, kompetensi yang harus dicapai siswa, dan penilaian.
Strategi pengembangan pendidikan dapat dilakukan pada upaya meningkatkan capaian pendidikan melalui pembelajaran siswa aktif, efektivitas pembelajaran melalui kurikulum, dan peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru, serta lama tinggal di sekolah dalam arti penambahan jam pelajaran. Rasionalitas penambahan jam pelajaran dapat dijelaskan bahwa perubahan proses pembelajaran (dari siswa diberi tahu menjadi siswa mencari tahu) dan proses penilaian (dari berbasis output menjadi berbasis proses dan output). Dari hal tersebut memerlukan penambahan jam pelajaran yang semula mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 x 40 menit dalam seminggu menjadi 3x 40 menit dalam seminggu.
Banyak kelebihan kurikulum 2013 dari proses pembelajaran yang menanamkan karakter pada peserta didik, guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dan masih banyak kelebihan lainnya. Namun konsep ideal dari kurikulum 2013 yang dianggap lebih baik dari kurikulum sebelumnya ini, tidak semua kalangan menyambut baik. Seperti kurangnya persiapan oleh Kemendikbud sendiri sebagai badan yang menyusun dan membuatnya, pelaksanaan di lapangan yang belum sepenuhnya siap karena kurikulum 2013 membutuhkan keterampilan lebih dari guru dan kelengkapan media pembelajaran seperti LCD untuk presentasi mengajar guru.
Meskipun materi ajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sudah lebih baik namun dengan alokasi waktu yang ditambah menjadi 120 menit, seharusnya materi ajar menjadi lebih banyak dan lebih rinci. Buku adalah sumber utama dari pembelajaran maka materi yang ada di dalamnya harus relevan karena tidak boleh sembarangan memberikan informasi yang tidak relevan kepada peserta didik. Pengembangan materi melalui kajian buku-buku yang releven diharapkan dapat membantu peserta didik untuk memahami materi yang diajarkan dan guru dapat memaksimalkan proses pembelajaran. Berdasarkan hal di atas maka penulis tertarik untuk mengembangkan salah satu materi dalam buku yaitu materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara melalui kajian buku-buku yang relevan dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama.

B.  Perumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu rumusan masalah yaitu: “Bagaimanakah Pengembangan Materi Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara melalui Kajian Referensi yang Relevan dalam Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII Sekolah Menengah Pertama?”

C.  Tujuan
1.    Untuk mengembangkan materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara melalui kajian referensi yang Relevan.
2.    Untuk meningkatkan kualitas materi pelajaran.


BAB II     
KAJIAN TEORI

A.      Kajian mengenai Materi Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara.
1.       Pengertian pengembangan. Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan: pemerintah selalu berusaha dalam pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Pengembangan dalam arti yang sangat sederhana adalah suatu proses,cara pembuatan. Drs. Iskandar Wiryokusumo M.sc. Berpendapat pengembangan adalah upaya pendidikan baik formal maupun non formalyang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggungjawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, membimbing, danmengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras,pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan bakat, keinginan sertakemampuan-kemampuannya, sebagai bekal untuk selanjutnya atas prakarsa sendiri menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesame,maupun lingkungannya ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuanmanusiawi yang optimal dan prbadi yang mandiri.  Prof. Dr. H.M. Arifin, Med. Berpendapat bahwa pengembangan bila dikaitkan dengan pendidikan berarti suatu proses perubahan secara bertahap kearah tingkat yang berkecenderungan lebih tinggi dan meluas dan mendalam yang secara menyeluruh dapat tercipta suatu kesempurnaan atau kematangan (Pitriwulan,2013).
2.       Pengertian materi. Materi pembelajaran merupakan komponen pembelajaran yang memegang peranan cukup esensial, mengarahkan peserta didik pada pencapaian tujuan atau sasaran pembelajaran yang ditetapkan. Mengapa tidak, didalam materi pembelajaran terkandung aspek-aspek tertentu yang diharapkan mampu membimbing mereka untuk berperilaku yang baik. Aspek-aspek tersebut diantaranya logika, etika, dan estetika (Hermawan, 2013).
3.       Pengertian  Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat negara/philosophische grondslag) dari negara, ideologi negara (staatsidee). Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar negara, artinya Pancasila dijadikan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara. Pancasila menurut Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 merupakan "sumber hukum dasar nasional" (pengertian ahli,2013).
4.       Materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara
a.       Sejarah dan Komitmen Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila
1)   Pembentukan BPUPKI
Selama ratusan tahun Belanda menjajah Indonesia. Sejarah juga mencatat kekalahan Belanda oleh Jepang kemudian menyebabkan bangsa Indonesia dijajah oleh Jepang. Pepatah mengatakan “lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya” tepatlah kiranya untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat itu.
Jepang mulai menguasai Indonesia setelah Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Semboyan “ Jepang pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang cahaya Asia” didengungkan untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Sejak berkuasa di Indonesia, Jepang dengan segala cara menguras kekayaan dan tenaga rakyat Indonesia yang menimbulkan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Penjajahan oleh Belanda dan Jepang penderitaan yang dalam untuk bangsa Indonesia. Namun penderiataan tersebut tidak menyurutkan semangat bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan  menyusun barisan dan bersatu padu mewujudkan kemerdekaan yang dicita-citakan. Kekalahan Jepang pada perang dunia II memberi peluang bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaannya.
Pada bulan September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso, dalam sidang parlemen mengatakan bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tindak lanjut dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan Dokuritzu Zunbi Chosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI). BPUPKI beranggotakan 62 orang terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang anggota perwakilan dari Jepang. Ketua BPUPKI adalah dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan dua wakil ketua yaitu Ichibase Yosio (Jepang) dan RP Soeroso.
BPUPKI selama tugasnya mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Seluruh sidang dilakukan di Jakarta sebelum kekalahan kekaisaran Jepang terhadap sekutu pada 14 Agustus 1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar yang dipimpin langsung oleh ketua BPUPKI. Sidang pertama berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Jni 1945 dengan agenda pembahasan dasar negara.
Sidang kedua berlangsung mulai tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Agenda sidang kedua adalah pembahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi, keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran. Kemerdekaan Indonesia bukan pemberian bangsa Jepang. Hal inilah yang harus kamu pahami. Walaupun Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan, janji tersebut adalah sebuah tipu muslihat agar bangsa Indonesia bersimpati dan mau membantu Jepang yang berada diambang kekalahan.
2)   Usulan dasar negara oleh tokoh dalam perumusan Pancasila
Dasar negara merupakan fondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan , tanpa fondasi bangunan itu tidak akan berdiri dengan kukuh. Oleh karena itu, dasar negara sebagai fondasi harus disusun sebaik mungkin.
Para pendiri negara yang tergabung dengan BPUPKI mempunyai sebuah pemikiran yang berbeda tentang dasar negara Indonesia merdeka. Atas dasar pengalaman bernegara, pembelajaran, dan perbandingan dengan negara lain, para pendiri negara mengusulkan dasar negara.
Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka pada sidang pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr. Moh Yamin mengusulkan dasar negara pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam mengusulkan rancangan dasar Indonesia merdeka, Moh Yamin menekankan bahwa:
“...rakyat Indonesia mesti mendapatkan dasar negara yang berasal daripada peradaban bangsa Indonesia, orang Timur pulang pada kebudayaan Timur.”
“...kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradapdan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Moh Yamin mengusulkan lima asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu:
a)    Peri kebangsaan
b)   Peri Kemanusiaan
c)    Peri ketuhanan
d)   Peri kerakyatan
e)    Kesejahteraan sosial
Setelah selesai berpidato, Moh. Yamin menyampaikan mengenai asas dasar dan negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada Ketua Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Moh Yamin adalah sebagai berikut:
a)    Ketuhanan Yang Maha Esa.
b)   Kebangsaan kemanusiaan yang adil dan beradap.
c)    Rasa keadilan sosial.
d)   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanan dalam permusyawaratan/perwakilan.
e)    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnaya pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara, menurut Soepomo dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut:
a)    Persatuan
b)   Kekeluargaan
c)    Keseimbangan lahir dan batin
d)   Musyawarah
e)    Keadilan rakyat
Soepomo juga menekankan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan dirinya dengan golongan paling kuat (golongan ekonomi dan politik paling kuat). Akan tetapi negara mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat yang berbeda golongan dan paham.
Ir. Soekarno berpidato pada tanggal 1 juni 1945. Dalam pidatonya Ir. Soekarno mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Dasar negara menurut Ir. Soekarno berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara Indonesia merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai berikut:
a)    Kebagsaan Indonesia
b)   Internasionale atau peri kemanusiaan
c)    Mufakat atau demokrasi
d)   Kesejahteraan sosial
e)    Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir. soekarno dalam sidang itupun menyampaikan bahwa kelima dasar negara tersebut dinamakan Panca Darma. Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila. Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar pada peristiwa tersebut maka tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila.
b.    Semangat dan Komitmen Kebangsaan Para Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila
1)   Nilai semangat pendiri negara
Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Para pendiri negara merupakan contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki semangat yang kuat dalam membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara lain di dunia.
Semangat kebangsaan harus tumbuh dan dipupuk daalam diri warga negara Indonesia. Semangat kebangsaan merupakan semangat yang tumbuh dari dalam diri warga negara untuk mencintai dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Seseorang yang memiliki rasa kebagsaan Indonesia akan memiliki bangga sebagai warga negara Indonesia. Kebanggaan sebagai bangsa dapat kita rasakan, misalnya ketika bendera Merah Putih berkibar dalam kejuaraan olahraga antar negara.
Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan terhadap bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga. Segenap pengorbanan rakyat tersebutbertujuan untuk merebut dan mempertahanhkan kemerdekaan dari penjajah.
Semangat kebangsaan disebut juga sebagai nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara, kebangsaan atau nation state. Ada dua jenis pengertian nasionalisme yaitu nasionalisme dalam arti sempit dan nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme dalam arti sempit juga disebut nasionalisme yang negatif karena mengandung makna perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsanya sangat tinggi dan belebihan, sebaliknya memandang rendah terhadap bangsa lain. Nasionalisme dalam arti sempit disebut juga dengan chauvinisme. Chauvinisme ini pernah dipraktekkan oleh Jerman pada masa Hittler tahun 1934-1945. Paham tersebut menganggap Jerman di atas segala-galanya didunia (Deutschland Uber Alles in der Wetf).
Jenis nasionalisme yang kedua adalah nasionalisme dalam arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme dalam arti inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia karena mengandung makna cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air dan tidak memandang rendah bangsa lain. Dalam mengadakan hubungan dengan negara lain, kita selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta menempatkan negara lain sederajat dengan bangsa kita.
Patriotisme berasal dari kata patria yang artinya tanah air. Kata patria kemudian berubah menjadi kata patriot yang artinya seseorang yang mencintai tanah air. Patriotisme berarti semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk mempertahankan bangsanya. Patriotisme muncul setelah lahirnya nasionalisme namun umumnya patriotisme dan nasionalisme diartikan sama.
Jiwa nasionalisme sudah tampak dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia antara lain diwujudkan dalam bentuk kerelaan para pahlawan bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan dengan mengorbankan jiwa dan raga. Jiwa dan semangat bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan sering juga disebut jiwa dan semangat 45. Jiwa dan semangat 45 antara lain:
a)    Pro-patria dan primus patrialis, mencintai tanah air dan mendahulukan kepentinagan tanah air.
b)   Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan.
c)    Jiwa toleran atau tenggangrasa antar agama, antar suku, antar golongan, antar bangsa.
d)   Jiwa tanpa pamrih dan bertanggungjawab.
e)    Jiwa kesatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam.
Nasionalisme dan patriotisme dibutuhkan bangsa Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa serta negara. Kejayaan sebagai bangsa dapat dicontohkan oleh seorang atlet yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk membela tanah airnya.
Salah satu semangat yang dimilaiki oleh para pendiri negara dalam merumuskan Pancasila adalah semangat mendahulukan kepentinagan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
2)   Komitmen para pendiri negara dalam perumusan pancasila sebagai dasar negara
Komitmen adalah sikap dan perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan  cita-cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Para pendiri negara dalam perumusan Pancasila memiliki komitmen sebagai berikut ini.
a)    Memiliki semangat persatuan dan nasionalisme
Pendiri negara memiliki semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang tingggi ini diwujudkan dalam bentuk mencintai tanah air dan mendahulukan kepentingan bangsa dan negaradi atas kepentingan pribadi dan kepentingan golongan.
b)   Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia
Pendiri negara dalam merumuskan Pancasila dilandasi oleh rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu nilai-nilai yang lahir dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang berasak dari bangsa Indonesia sendiri. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial adalah nilai-nilai yang digali dan berasal dari bangsa Indonesia.
c)    Selalu bersemangat dalam berjuang
Para pendiri negara selalu bersemangat dalam memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan para pendiri negara lainnya yang mengalami cobaan dan tantangan perjuangan yang luar biasa. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta berkali-kali dipenjara oleh Belanda. Namun, semangat perjuangannya para pendiri negara tetap bersemangat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
d)   Mendukung dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita bangsa, yaitu bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
e)    Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan bangsa dan negara walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.
Sebagai siswa dan generasi muda, tentu kamu juga harus memiliki komitmen dalam berbangsa dan bernegara. Komitmen berbangsa dan bernegara bagi generasi muda salah satunya dilakukan dengan berkomitmen untuk mempersiapkan dan mewujudkan masa depan yang lebih baik adalah giat belajar.
B.       Kajian Referensi yang Relevan.
1.       Mahfud MD, Moh. 2001. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. (Halaman 28-44).
Sidang pertama (tgl. 29 Mei- 1 Juni 1945) BPUPKI tidak dapat melahirkan kesepakatan final tentang dasar negara, karena kaum nasionalis Islam masih menawarkan alternatif yang berbeda. Oleh sebab itu setelah selesainya sidang tahap pertama itu sebuah panitia kecil yang terdiri dari 39 orang melanjutkan pembahasan tentang itu di Jakarta. Panitia kecil ini kemudian membentuk panitia yang lebih kecil yang terdiri dari 9  orang yaitu: Soekarno, Hatta, Wachid Hasyim, A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, AK. Mudzakir, H. Agus Salim, Achmad Subarjo, dan Moh. Yamin. Panitia ini dalam sejarah perpolitikan kemudian dikenal sebagai Panitia 9. Panitia ini terdiri dari wakil-wakil golongan islam dan golongan nasional(termasuk golongan Kristen0. Komposisi atau perbandingan anggota panitia 9 ini adalah 4 : 5; 4mpat orang (Wachid Hasyim, AK. Mudzakir, H. Agus Salim, Abikusno Tjokrosujoso) adalah wakil-wakil golingan islam, sedangkan 5 orang lainnya (Soekarno, Hatta, Yamin, Achmad Subarjo, A. Maramis) mewakili golongan nasionalis sekuler. Perdebatan di dalam panitia kecil yang beranggotakan 38 orang itu maupun di dalam Panitia 9 terus berlangsung dan kedua pihak tetap mempertahankan pendirian masing-masing tentang dasar negara.
Tetapi tanggal 22 Juni 1945 Panitia 9 berhasil mencapai modus vivendi (kesepakatan luhur) dalam bentuk kompromis antara golongan islam dan golongan nasionalis, artinya keinginan kedua pihak ditampung dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan piagam Jakarta. Tak dapat disangkal bahwa piagam ini lahir melalui perdebatan dan jerih payah yang mengurus energi, sesuatu yang ternyata dapat disimpulkan dari laporan Soekarno selaku ketua Panitia 9 kepada BPUPKI pada tanggal 19 juli 1945.
MUKADDIMAH
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
a.    Memiliki semangat persatuan dan nasionalisme.
b.    Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia.
c.    Selalu bersemangat dalam berjuang.
d.    Mendukung dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita bangsa, yaitu merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
e.    Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan bangsa dan negara walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.
Panitia memegang teguh kompromis yang dinamakan oleh anggota yang terhormat Muh. Yamin “Djakarta Charter”, yang disertai perkataan tuan anggota yang terhormat Sukiman, gentleman agreement supaya ini dipegang teguh di antara pihak Islam dan Pihak kebangsaan. Ketua BPUPKI menyokong sikap untuk mempertahankan hasil kompromi ini. Pada sidang tanggal 11 Juni 1945 ketika menanggapi pernyataan Laturharhary serta Wongsonegoro dan Djajadiningrat, Radjiman bahwa kalimat itu hasil kompromi antara golongan islam dan golongan kebangsaan yang didapat dengan susah payah.
Kaum nasionalis “sekuler” baru mendapat angin kembali dan dapat berhadapan secara imbang melalui badan resmi ketika dilakukan persiapan-persiapan kemerdekaan Indonesia sesuai dengan janji Jepang. Janji kemerdekaan tersebut diucapkan sendiri  oleh Kuniarki Kaiso, PM. Jepang tanggal 7 September 1944 di depan resepsi istimewa The Imperial Dies ke 85.
Berdasarkan janji itu dibentuklah satu panitia dengan nama “Dokuritzu Zunbi Chosokai” atau Panitia Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan hari ulang tahun Hirohito, kaisar Jepang. Panitia ini dalam tulisan-tulisan sejarah biasanya dikenal dengan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha -usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia). Tugas panitia ini adalah mempersiapkan rancangan konstitusi yang akan dipakai dalam negara Indonesia yang akan dimerdekakan itu. Beranggotakan 63 orang termasuk ketua dan wakilnya panitia ini mulai bersidang tanggal 29 Mei setelah sehari sebelumnya (28 Mei 1945) dilantik secara resmi. Sidang paripurna panitia ini berlangsung dua kali yaitu tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1945 untuk sidang pertama dan tanggal 10 sampai tanggal 16 juli 1945 untuk sidang kedua.
Sebagaimana diketahui, pada tanggal 1 maret 1945, pemerintah jepang meresmikan terbentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Tugas badan ini adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan dan lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha pembentukan negara Indonesia Merdeka.
Selama masa tugasnya, badan ini mengadakan dua kali sidang umum, sidang umum yang pertama diselenggarakan dari tanggal 2 Mei 1945 - 1 Juni 1945. Sidang umum kedua dari tanggal 10 Juli - 17 Juli 1945. Di dalam sidang umum yang pertama itu para anggota BPUPKI berbicara serta membahas berbagai macam hal yang ada kaitannya dengan persiapan Indonesia merdeka, antara lain tentang syarat-syarat hukum suatu negara, bentuk negara, pemerintahan negara dan dasar negara.
Pembicaraan dan pembahasan mengenai dasar negara merupakan salah satu acara sidang umum yang pertama, oleh karena masalah dasar negara tersebut dipertanyakan oleh ketua BPUPKI, Radjiman Wedyodiningrat. Terhadap pertanyaan ketua ini banyak anggota merasa keberatan, karena khawatir bahwa pembicaraan akan menjadi perdebatan filosofi yang tidak konkrit, dan hanya akan menunda-nunda kenyataan Indonesia merdeka.
Tentang dasar negara itu sekurang-kurangnya ada tiga anggota yang mengemukakan pandangannya, yaitu Muh. Yamin, didalam pidatonya  pada tanggal 29 mei 1945, Soepomo di dalam pidatonya pada tanggal 31 Mei 1945, dan Soekarno di dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945.
2.    Mahfud MD, Moh. 2009. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.(Halaman 4-5, 13-33).
Komitmen para pendiri negara dalam membuat dasar negara Indonesia tercermin dalam proses penyusunan Pancasila. Seperti diketahui pada sidang pleno pertama (29 Mei-1 Juni 1945), BPUPKI gagal mengambil kesepakatan karena terjadi perdebatan dan perbedaan tajam yang belum mencapai titik temu tentang dasar negara bagi Indonesia yang saat itu akan dimerdekakan. Karena kegagalan itu maka BPUPKI membentuk panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventarisasi usul-usul para anggota yang pada praktiknya sekaligus mencari kompromi dan merumuskan dasar negara dan undang-undang dasar negara (Mahfud MD, 2009:4).
Tanggal 18-21 Juni 1945 pada rapat ke VIII Cuo Sangiin yang dihadiri oleh 38 orang anggotanyadi Jakarta. Pada saat itulah Soekarno menunjuk 9 dari 38 orang anggota BPUPKI yang kemudian diminta bekerja untuk merumuskan mukaddimah undang-undang dasar dengan memperhatikan dan mencari kompromi atas berbagai pendapat yang berkembang. Panitia ini kemudian dikenal sebagai Panitia 9 yang melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta ini kemudian dilaporkan pada sidang pleno BPUPKI 10 Juli 1945 dan disahkan pada 14 Juli 1945 dengan menyepakati isinya sebagai dasar negara (Mahfud MD, 2009:4-5).
BPUPKI dibentuk oleh pemerintah penjajahan Jepang di Indonesia pada 29 April 1945 ( bukan 1 Maret seperti yang tercantum dalam buku Sejarah Nasional Indonesia) dengan tugas menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar bagi Indonesia yang saat itu dijanjikan akan segera diberi kemerdekaan. Adapun PPKI dibentuk pada tanggal 12 Agustus 1945 yakni pada saat Radjiman, Soekarno, dan Hatta diterima oleh Jendral Terauchi Hisaichi yang sekaligus melantik Soekarno sebagai ketuanya di Saigon. Tidaklah tepat jika dikatakan bahwa 7 Agustus 1945 adalah merupakan hari pembentukan PPKI, sebab pada tanggal ini yang terjadi hanyalah pembeerian izin dari pemerintah Jepang di Tokyo untuk mendirikan PPKI, sedangkan pembentukannya secara rsmi baru terjadi pada 12 Agustus 1945.
Pada sidang pleno 1 (29 Mei-1 Juni 1945) BPUPKI telah gagal mengambil keputusan karena perdebatan masih berkisar pada upaya menjawab pancingan masalah dari Radjiman Wedyodiningrat tentang apa dasar negara? atau atas dasar apa negara Indonesia itu nanti akan didirikan. Di dalam buku Yamin Naskah Persiapan Undang Undang Dasar 1945, yang terbit tahun 1959 disebutkan bahwa pada hari pertama sidang 1 BPUPKI tepatnya tanggal 29 Mei 1945, melalui pidatonya secara lisan Yamin mengusulkan dasar negara yang terdiri dari 5 dasar yaitu: peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Kemudian setelah sidang selesai, Yamin menyampaikan usul tertulis temtang Rancangan UUD dan lima dasar negara yaitu Ketuhanan YME, Kemanusiaan yang adil dan beradap, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Informasi tentang usul-usul Yamin ini terdapat di dalam buku karya Yamin. Banyak yang meragukan informasi itu, termasuk pelaku sejarah seperti Hatta dan abdulgani. Mereka menyatakan bahwa sebenrnya Yamin tidak pernah menyampaikan usul tersebut. Setelah Yamin dan pembicara-pembicara lainya berbicara pada 31 Mei 1945, Soepomo mendapat giliran berbicara. Saat itu Soepomo mengusulkan ide dasar negara integralistik yang kemudian banyak dianut dan dikampanyekan juga oleh pemerintah orde baru sebagai paham kenegaraan yang dianut oleh UUD 1945. Padahal tidak ada satu faktapun ide ini diterima oleh BPUPKI, bahkan pembahasan atasnya di dalam sidang BPUPKI hampir-hampir tidak ada yang membahas atau mengelaborasinya lebih jauh. Lebih dari itu sejak 11 Juli 1945 (setelah Piagam Jakarta disetujui oleh sidang pleno II BPUPKI dan Soepomo diminta menyusun Rancangan UUD sesuai dengan Mukaddimah atau Piagam Jakarta yang telah disepakati itu), dan lebih-lebih setelah proklamasi kemerdekaan Soepomo sendiri tidak pernah lagi mengusulkan negara integralistik, terutama setelah ditugasi menyusun RUUDS 1950 yang ternyata sangat liberal dan tidak berbau konsepsi integralistik sama sekali. Penuangan konsepsi negara integralistik di dalam UUD 1945 pada era Orde Baru sering dikaitkan dengan Penjelasan UUD 1945 yang dipercayai hanya merupakan tulisan pribadi Soepomo yang tidak pernah dibahas, apalagi disahkan oleh sidang BPUPKI maupun PPKI. Penjelasan tersebut tiba-tiba muncul dalam lembaran negara no. 7 tahun II/1946 pada saat UUD 1945 dimasukkan dalam lembaran negara. Dengan demikian sebenarnya penjelasan UUD 1945 merupakan karya pribadi Soepomo yang tiba-tiba dijadikan lampiran UUD 1945 pada saat dimasukkannya dalam lembaran negara. Selanjutnya kesalahn penjelasan UUD 1945 karya Soepomo itu dilekatkan dan melekat pada Kepres yang mengesahkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Jelajah atas tiga hari persidangan tersebut jika mengambil sumber dari Yamin tidak ditemukan pidato-pidato yang disampaikan oleh tokoh-tokoh islam pada sidang pleno I BPUPKI di hari kedua 30 Mei 1945, tetapi dari buku RM A. B. Kusuma (lahirnya undang-undang dasar 1945) ditemukaninformasi bahwa ternyata ada catatan-catatan singkat mengenai usul-usul dari golongan islam. Menurut BJ Boland pada hari kedua itu yang diperdebatkan adalah usul-usul tentang dasar negara isllam oleh wakil-wakil dari golongan islam yang duduk di BPUPKI. Kesimpulan Boland ini masuk akal karena dua hal yaitu yang pertama, ketika memulai pidatonya pada 31 Mei 1945 Soepomo menyatakan bahwa pembicaraan dihari-hari sebelumnya sudah disampaikan usul-usul dari kelompok kebangsaan dan kelompok islam. Kedua, dalam fakta yang menyusul kemudian memang dipercaya sepenuhnya bahwa pada sidang BPUPKI tersebut telah terjadi perdebatan dan adu argumen dengan tingkat retorika yang sangat tinggi artinya, meskipun isi pidato-pidato wakil golongan islam tidak ditulis atau ditranskrip tetapi para pelaku sejarah membenarkan terjadinya adu argumentasin yang sangat retorik itu.
Selanjutnya pada tanggal 1 Juni 1945 Soekarno mendapat giliran berpidato atau menyampaikan usulnya tentang dasar negara di sidang pleno I BPUPKI. Saat itu Soekarno mengusulkan dasar negara Pancasila sesuai dengan isinya yang memuat lima sila atau lima dasar negara yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme atau peri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Saat itu untuk pertama kalinya diperkenalkan nama Pancasila di Indonesia modern sehingga pidato Soekarnopada 1 Juni 1945 itu dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila. Soekarno sendiri mengatakan dalam pidatonya istilah Pancasila itu tidak murni berasal dari dirinya melainkan istilah yang diberikan oleh seorang temanya yang ahli bahasa. Pada saat itu Soekarno sendiri memberi Peluang atas perubahan (penyesuaian) atas usulnya tersebut dengan memeras Pancasila menjadi Trisila yang bahkan dapat diperas lagi menjadi Ekasila. Soekarno mengatakan bahwa jika Pancasila dirasa terlalu panjang dapat diperas menjadi Trisila yaitu sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan ketuhanan. Kemudian seandainya Trisila masih dianggap terlalu panjang maka masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila yaitu gotong royong.
Dari sini tampak jelas nama Pancasila sebagai dasar negara memang secara resmi lahir dari usul Soekarno pada 1 Juni 1945 sehingga tidak salah jika tanggal tersebut dintakan sebagai hari lahirnya Pancasila. Akan tetapi dari segi isi, Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno 1 Juni 1945 berbeda dengan Pnacasila yang disahkan oleh PPKI 18 Agustus 1945 dan berlaku secara resmi saat ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pancasila yang secara utuh berlaku sekarang bukanlah merupakan usul utuh Soekarno, seperti halnya bukan juga merupakan usul tertulis Yamin. Meskipun memang banyak dikontribusi oleh Soekarno Pancasila yang sekarang merupakan karya bersama para pendiri yang lahir dari proses sejarah menyusul pidato Soekarno 1 Juni 1945 (Mahfud MD, 2009:13-18).
Sidang pleno I BPUPKI berakhir 1 Juni 1945 tanpa melahirkan kesepakatan tentang dasar negara maupun undang-undang dasar negara karena masih terjadi perbedaan yang tajam tentang dasar negara bagi Indonesia yang akan dimerdekakan. Oleh sebab itu pada 1 Juni 1945 bsidang pleno I BPUPKI ditutup dengan kesepakatan membentuk panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventarisasi berbagai usul yang muncul dan berkembang di dalam sidang pleno itu. Panitia 8 inilah sebenarnya yang merupakan panitia resmi bentukan BPUPKI sedangkan panitia 9 merupakan panitia tidak resmi yang dibentuk sendiri oleh Soekarno ketika ada sidang VIII 38 anggota Cuo Sangiin 18-21 Juni 1945 di Jakarta. Panitia 9 ini bekerja untuk mencari rumusan kompromistis yang bisa diterima oleh semuanya secara mufakat untuk disahkan pada sidang pleno BPUPKI pada bulan Juli. Pada 10 Juli 1945 Soekarno melaporkan bahwa dirinya membentuk panitia 9 secara melanggar formalitas tetapi hal itu sangat penting artinya, sebab prosedur formal yang tidak sejalan dengan sejalan dengan dinamika masyarakat haruslah dibongkar.
Kenyataannya justru dari panitia 9 yang dibentuk dengan melanggar prosedur formal inilah sebenarnya Pancasila yang ada sekarang dirumuskan dan kemudian disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 dengan mengganti kalimat pada sila pertama yakni dari sila ”Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya” menjadi sila “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Menurut Hatta di dalam bukunya Memoir dalam berkecamuknya Perang Pasifik, selaku ketua panitia 9 yang dibentuk secara spontan itu Soekarno meminta Yamin membuat preambule UUD yang memuat sila-sila sebagai dasar negara. Penyusunan Preambule dan sila-sila yang diminta oleh Soekarno membuatnya berdasarkan pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945, ternyata konsep Preambule yang dibuat oleh Yamin itu terlalu panjang sehingga konsep Yamin itu ditolak oleh panitia 9. Kemudian panitia 9 membuat teks sendiri secara bersama-sama yang lebih pendek yang kemudian menjadi teks mukaddimah dan dijadikan pembukaan UUD 1945 dengan penggantian sila pertama yang semula tujuh kata menjadi tiga kata.
Tampak jelas bahwa rumusan isi Pancasila yang berlaku sekarang adalah karya panitia 9 yang berintikan ide dan dimonitori oleh Soekarno di panitia 9 dengan mengganti sila “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Piagam Jakarta yang diberi nama Mukaddimah UUD inilah yang kemudian disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. PPKI adalah panitia baru yang dibentuk untuk melanjutkan tugas BPUPKI. Jika BPUPKI dibentuk untuk menyiapkan Rancangan Undang Undang Dasar guna menyongsong kemerdekaan, maka PPKI dibentuk untuk menyatakan atau mengesahkan kemerdekaan dan melakukan peralihan kekuasaan dari negeri jajahan menjadi negara merdeka. Oleh sebab itu keputusan-keputusan PPKI yang berlaku mengenai dasar negara dan undang-undang dasar negara meskipun ada pihak yang mempersoalkan dirubahnya beberapa keputusan BPUPKI oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Hal ini disebabakan oleh perbedaan fungsi antara keduanya, yakni BPUPKI yang menyiapkan bahan sedangkan PPKI yang mengesahkan dan memberlakukannya dengan hak melakukan perubahan-perubahan untuk sampai pada kesepakatan final. Kesepakatan final PPKI yang paling fundamental dalam kaitan ini adalah penggantian tujuh kata dalam Piagam Jakarta dengan tiga kata dalam Pembukaan UUD 1945 (Mahfud MD, 2009:19-21).
Pembukaan UUD 1945 dan isinya yang ada sekarang sebenarnya merupakan hasil Panitia 9 yang dirumuskan bersama-sama dengan bersumber pada pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Sama sekali bukan dari Yamin karena menurut Hatta selaku pelaku sejarah Yamin tak pernah menyampaikan usul seperti itu pada tanggal 29 Mei 1945. Pembukaan UUD 1945 hasil karya Panitia 9 ini kemudian diklaim oleh Yamin sebagai karyanya yang diusulkan secara tertulis pada 29 Mei 1945. Padahal, Hatta mengatakan Yamin tidak pernah menyampaikan usul tertulis seperti itu. Seperti yang dikatakan Hatta, semula Soekarno meminta Yamin membuat teks Preambule tetapi teks yang dibuat oleh Yamin terlalu panjang maka teks itu ditolak dan  Panitia 9 membuat teks yang lebih pendek secara bersama-sama. Akan tetapi jauh setelah Indonesia merdeka, Yamin memodifikasi teks karyanya yang ditolak dengan mukaddimah hasil karya Panitia 9 untuk kemudian dimasukkan ke dalam bukunya yang terbit pada tahun1959.
Jelajah historis diatas menunjukkan bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI yang kemudian disempurmnakan dan disahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan. Pancasila bukan hasil karya Yamin ataupun Soekarno, melainkan karya bersama sehingga tampil dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.
Sejauh menyangkut peran Yamin dapatlah dikemukakan bahwa memang sulit dipercaya jika Yamin benar-benar pernah menyampikan usul tertulis mengenai Rancangan UUD yang memuat juga dasar negara yang ternyata sama dengan Pancasila yang ada sekarang. Di dalam bukunya yang konntroversial itu Yamin mengatakan bahwa pada 29 Mei dirinya berpidato di sidang BPUPKI dan menyampikan usul secara lisan, namun setelah selesainya sidang BPUPKI pada hari itu Yamin menyampiakan usul tertulis dengan uraian yang panjangnya mencapai 21 halaman. Di dalam uraian yang sangat panjang itulah dimuat lima dasar negara yang ternyata sama isinya dengan dasar negara yang ada sekarang. Akan tetapi ada yang tidak logis sehingga sulit dipercaya bahwa Yamin memang pernah menyampaikan usul tertulis tersebut. Selain tidak pernah jelas disampaikan kepada siapa usul tertulis itu, naskah sepanjang 21 halaman sulit untuk dipercaya kalau ditulis setelah selesainya rapat BPUPKI hari itu. Logikanya, jika Yamin mempunyai usul tertulis yang sepanang itutentu usul tertulis itu sudah ada pada pagi hari ketika dirinya menyampaikan pidato lisan, sebab naskah tetulis sepanjang itu sangat meragukan untuk bisa ditulis dan diselesaikan pada sore harinya, apalagi isinya berbeda dengan usul yang disampaikan secara lisan. Akan tetapi kalau naskah itu sudah ada pada pagi harinya pertanyaanya mengapa Yamin menyampaikan usul secara lisan yang isinyaberbeda dengan usul yang tertulis yang katanya disampaikan setelah sidang BPUPKI hari itu.
Dari sinilah kita dapat merujuk pada Hatta dan Roeslan Abdulgani bahwa sebenarnya Yamin tidak pernah menyampaikan usul tertulis pada 29 Mei 1945. Usul tertulis yang diklaim Yamin itu sebenarnya dibuat kemudian (setelah Indonesia merdeka) untuk dimuat di dalam bukunya yang terbit pada 1959 dengan seakan-akan naskah itu telah dibuat pada 29 Mei 1945.
Seperti dikemukakan di atas Pancasila yang berlaku resmi sekarang ini juga bukan secara utuh merupakan hasil karya Soekarno. Kontribusi utama Soekarno dalam hal ini adalah nama Pancasila sebagai dasar negara sedangkan isinya bukan karya utuh Soejarno. Soekarno pada saat itu mengusulkan sila-sila yang urut-urutan isi maupun kalimatnya jauh berbeda dari Pancasila yang ada sekarang. Perbedaan urut-rutan isi memberi makna yang berbeda jika dilihat optik filosofi hierarkis piramidal.
Kurang sehat bagi masa depan keutuhan kita sebagai bangsa jika masih ada klaim-klaim bahwa Pancasila meupakan hasil karya seseorang atau kelompok tertentu, apalagi membuat pengelompokan politik yang eksklusif sambil menganggap kelompok lain tidak nasionalis atau tudak Pancasilais. Pancasila harus dipahami dan diterima sebagai karya bersama the founding people dan segala aliran-aliran yang ada saat itu yang karenanya harus dipertahankan secara bersama pula (Mahfud MD, 2009:22-25).
3.    Pranarka, A.M.W. 1985. Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta: Yayasan Proklamasi CSIS. (Halaman 25-36).
Pada tanggal 29 Mei 1945, Muh. Yamin mengemukakan pendapatnya di dalam sidang Badan Penyelidik itu. Pendapat Muh. Yamin itu dibagikan ke dalam lima hal sebagai berikut:
a.    Peri Kebangsaan
b.    Peri kemanusiaan
c.    Peri Ketuhanan
d.   Peri Kerakyatan
e.    Kesejahteraan Rakyat.
Di dalam pidato itu Muh. Yamin berbicara mengenai dasar Peri Kebangsaan dan Ketuhanan, antara lain mengemukakan:
“Negara baru yang akan kita bentuk, adalah suatu Negara kebangsaan Indonesia atau suatu nasionale staat atau suatu Etat National yang sewajar dengan peradaban kita dan menurut susunan dunia sekeluarga di atas dasar kebangsaan dan ketuhanan”.
Menurut pandangannya, negara Indonesia merdeka harus didasarkan atas peradaban Indonesia yaitu sebagai berikut:
“… rakyat Indonesia mesti mendapat dasar Negara yang berasal dari pada peradaban kebangsaan Indonesia, orang Timur pulang kepada kebudayaan timur.
… kita tidak berniat lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran… kita bangsa Indonesia masuk  yang beradab dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Di bagian lain dari pidato yang diucapkannnya pada tanggal 29 Mei 1945 itu, Muh. Yamin mengatakan:
“Dalam keadaan yang seperti itu, perjalanan fikiran untuk kebaikan negara Indonesia yang kita selediki itu dengan sendirinya tidak tertuju kepada beberapa cita-cita yang telah hancur luluh dalam mahayuda sekarang, melainkan ditujukan kepada peninjauan diri sendiri sebagai bangsa yang beradab. Dengan penuh keyakinan, bahwa negara itu berhubungan rapi hidupnya dengan tanah-air, bangsa, kebudayaan dan kemakmuran Indonesia, seperti setangkai bunga berhubungan rapi dengan dahan dan daun, cabang dan urat besama-sama dengan alam dan bumi, seperti tulang, darah dan daging dalam badan-tubuh yang berjiwa dan bernyawa sehat, maka kewajiban kita yang pertama kali menjusuli dasar hidup kita kedalam pangkuan, haribaan kita sendiri, sebelumnya kita membicarakan bentuk, cara memerintah dan susunan pemerintah nanti”.
Dengan rumusan lebih lanjut Muh. Yamin mengatakan bahwa “pokok-pokok aturan dasar Negara Indonesia haruslah disusun menurut watak peradaban Indonesia”. Di dalam pidato yang diucapkannya tanggal 29 Mei 1945 itu, dibicarakan pula tentang peri kemanusiaan, ketuhanan, permusyawaratan dan perwakilan, ditegaskan delapan paham Negara Indonesia Merdeka, dan disinggung pula hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan ekonomi. Sebagai kelengakapan pada pidato itu, Muh. Yamin melampirkan suatu rancangan sementara Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang dirumuskannya:
“Habislah pembicaraan tentang azas kemanusiaan, kebangsaan, kesejahteraan dan dasar yang tiga, yang diberkati kerachmatan Tuhan, yang semuanya akan menjadi tiang negara, keselamatan yang akan dibentuk. Dengan ini saja mempersemabahkan kepada sidang sebagai lampiran suatu rancangan sementara berisi perumusan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia”. Demikianlah antara lain Muh. Yamin mengakhiri pidatonya.
Pada naskah Rancangan Undang-Undang Dasar yang disampaikan itu terdapat lima dasar negara yang dicantumkan, yakni:
1.      Ke-Tuhanan yang Maha Esa.
2.      Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3.      Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Soepomo, di dalam pidato yang diucapkannya pada tanggal 31 Mei 1945, terlebih dahulu mengulas pembicaraan-pembicaraan yang sudah disampaikan oleh para anggota sebelumnya. Dalam kerangaka pemikiran ini disebutkan beberapa ciri alam pikiran kebudayaan Indonesia itu, di antaranya: cita-cita persatuan hidup, keseimbangan lahir dan batin, pemimpin yang bersatu jiwa dengan rakyat, musyawarah, suasana persatuan antara rakyat dan pemimpinnya, antara golongan rakyat yang satu dengan yang lain, dan segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, serta semangat kekeluargaan. Atas dasar itu Soepomo menegaskan:
“Maka teranglah tuan-tuan yang terhormat, bahwa jika kita hendak mendirikan negara Indonesia yang sesuai dengan keistemawaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran (Staatsidee) negara yang intregalistik, negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam lapangan apapun”.
Pada tanggal 1 Juni 1945, di dalam pidato yang terdiri dari sekitar 6.480 kata, Soekarno mengemukakan pendapatnya tentang dasar Negara Indonesia Merdeka. Kemudian mulailah Soekarno memaparkan pandangannya mengenai dasar-dasar Indonesia Merdeka. Pada urutan pertama disebutkan dasar kebangsaan.
“Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat Negara Indonesia ialah dasar kebangsaan. Kita mendirikan satu Negara Kebangsaan Indonesia”.
Sebagai dasar kedua disebutkan internasionalisme, sesudahnya Soekarno mengemukakan bahaya-bahaya yang dapat timbul dari nasionalisme.
“Kita bukan saja harus mendirikan Negara Indonesia Merdeka, tetapi harus menuju pula kepada kekeluargaaan bangsa-bangsa. Justru inilah prinsip saja yang kedua. Inilah Filosofisch Principe yang nomor dua, yang saya usulkan pada tuan-tuan, yang boleh saja namakan internasionalisme.”
Dasar ketiga yang dikemukakan oleh Soekarno adalah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan.
“Kemudian, apakah dasar yang ke-3? Dasar itu adalah dasar mufakat, dasar perwakilan, dasar permusjawaratan. Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Saya yakin, bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan”.
Dasar yang keempat adalah kesejahteraan, Soekarno berkata:
“Prinsip No.4 sekarang saya usulkan. Saya di dalam 3 hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip tidak aka ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka … maka oleh karena itu jika kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mentcintai rakyat Indonesia, marilah kita terima prinsip hal Sociate Rechvaardigheid ini, yaitu bukan saja persamaan politik. Saudara-saudara, tetapi pun di atas lapangan ekonomi kita harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan bersaama yang sebaik-baiknya”.
Akhirnya prinsip kelima diutarakan oleh Soekarno yaitu prinsip Ketuhanan
“Saudara-saudara, apakah prinsip ke-5? Saya telah mengemukakan 4 prinsip: (1) Kebangsaan Indonesi (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan (3) Mufakat atau demokrasi (4) kesejahteraan sosial. Prinsip Indonesia Merdeka dengan bertaqwa Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip Ketuhanan! Bukan saja ber-Tuhan, Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa al Masih, yang islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad s.a.w., orang budha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi marilah kita semuanya ber-Tuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah Negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhanya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada egoism agama. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang bertuhan”. 
Setelah menguraikan pendapatnya mengenai lima dasar negara Indonesia tersebut, Soekarno kemudian berbicara tentang nama dasar negara itu.
“Saudara-saudara! Dasar-dasar Negara telah saya usulkan. Lima bilangannya. Inikah Panca Dharma? bukan! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar … namanya  bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa namnya ialah Panca Sila. Sila artinya azas atau dasar dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi”.
Demikianlah pada tanggal 1 Juni 1945 itu, Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu nama dari lima dasar Negara Indonesia yang diusulkannya berkenaan dengan permasalahan di sekitar dasar Negara Indonesia Meredeka. Untuk pertama kalinya, pemikiran tentang Pancasila baik dalam pengertian nama maupun dalam pengertian isinya., secara eksplisit dan terurai dicetuskan dan tercatat di dalam sejarah. Sidang umum pertama Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diakhiri pada tanggal 1 Juni 1945. Untuk melancatkan pelaksanaan kerja Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan, dibentuklah satu panitia kecil yang diketuai oleh Soekarno, dengan tugas mengumpulkan usul-usul para anggota dan mempelajarinya.
Sidang umum Kedua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dibuka pada tanggal 10 Juli 1945. Acara dimulai dengan laporan Soekarno selaku Ketua Panitia Kecil. Sebagaimana diketahui salah satu keputusan yang pertama yang diambil oleh Ketua Badan tersebut di dalam sidang umumnya  yang pertama adalah membentuk satu panitia kecil guna membantu memperlancar pelaksanaan tugas badan tersebut. Panitia itu terdiri dari delapan orang, yaitu Soekarno, Moh. Hatta, Sutardjo, Wachid Hasyim, Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Muh. Yamin dan Maramis.
Laporan Soekarno terdiri dari dua bagian: pertama, mengenai hasil inventarisasi usul dan  pendapat para anggota, kedua, mengenai usaha yang dilaksanakannya untuk mencapai modus kompromi antara golongan islam dan golongan kebangsaan.
Menurut catatan panitia, sebanyak  40 anggota telah memasukkan usul. Usul tersebut mengenai 32 soal, akan tetapi persoalan tersebut dapat dikelompokkan menjadi sembilan golongan:
1.      Golongan usul yang meminta Indonesia Merdeka selekasnya.
2.      Golongan usul yang mengenai dasar negara.
3.      Golongan usul yang mengenai unifikasi atau federal.
4.      Golongan usul yang mengenai bentuk negara atau kepala negara.
5.      Golongan usul yang mengenai warga negara.
6.      Golongan usul yang mengenai daerah.
7.      Golongan usul yang mengenai soal agama dan negara.
8.      Golongan usul yang mengenai pembelaan.
9.      Golongan usul yang mengenai soal keuangan.
Mengingat banyaknya permintaan yang menginginkan Indonesia Merdeka secepatnya, maka Panitia Kecil menyampaikan tiga buah usul kepada Ketua Badan Penyelidik sebagai berikut:
1.      Badan Penyelidik ini menentukan bentuk Negara dan menyusun Hukum Dasar Negara.
2.      Minta lekas dari Pemerintah Agung di Tokyo pengesahan Hukum Dasar itu dan minta agar dengan selekas-lekasnya diadakan Badan dan Persiapan Kemerdekaan, yang kewajibannya ialah sekedar menyelanggarakan Negara Indonesiaa Merdeka di atas Hukum Dasar yang ditentukan oleh Badan Penyelidik, serta melantik pemerintah nasional;
3.      Soal tentara kebangsaan dan soal keuangan.
4.    Kohn, Hans. 1984. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya. Jakarta: Erlangga. (Halaman: 11).
Nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan jepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda.
C.       Kajian mengenai Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
1.   Pengertian pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan mempermudah proses belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa (Nazarudin, 2007:163). Selanjutnya pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik,1995:57). Jadi pembelajaran merupakan suatu usaha yang sengaja dirancang dalam rangka membantu proses belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.   Syarat-syarat pembelajaran. Suatu kegiatan dapat dikatakan sebagai pembelajaran apabila memenuhi syarat-syarat sebagaimana berikut ini:
a.       Kegiatan dilakukan secara sengaja dan terencana. Sejak awal kegiatan sudah direncanakan dan terjadwal sehingga bukan merupakan kegiatan yang reflek maupun spontan, maka telah ada program yang akan diajarkan serta persiapan ke arah terjadinya pembelajaran.
b.      Kegiatan dilakukan oleh guru, instruktur atau tutor selaku pihak yang memiliki kualifikasi dan profesionalitas yang diakui sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
c.       Terdapat interaksi educational dengan saling sharing  penetahuan maupun pengalaman sehingga unsur mendidik sangat dominan.
d.      Kegiatan dilandasi dengan metodologi pembelajaran, dimana telah didesain dengan mengikuti pola pedagogik yang sudah divalidasikan.
e.       Mempunyai tujuan instruksional, yaitu dengan memprogramkan tujuan pembelajaran dalam pendidikan.
f.       Terdapat verifikasi baik dalam proses maupun akhir kegiatan, sehingga dapat diperoleh feed back untuk penilaian kegiatan pembelajaran maupun untuk remedial teaching.
g.      Terdapat program yang direncanakan dalam interaksi educational sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik (Jumali dkk. 2008:30).
3.   Langkah-langkah pembelajaran. Menurut Piaget, langkah-langkah pembelajaran meliputi:
a.       Menetukan topik yang dipelajari sendiri oleh siswa.
b.      Menilai dan mengembangkan aktivitas kelas.
c.       Guru mengetahui adanya kesempatan untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah.
d.      Menilai pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi  (Nazarudin, 2007:163-164).
4.   Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan merupakan pendidikan untuk mengenali dan  menghayati hak-hak warganegara yang asasi (civil right) diacarakan dengan  harapan agar setiap peserta didik pada akhirnya akan dapat menyadari hak- haknya yang asasi, yang perlindungannya dijamin oleh undang-undang negara (Wignjosoebroto, 2008:19). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah pendidikan untuk dapat mengenali dan menghayati hak-hak warganegara yang asasi, yang diharapkan agar setiap peserta didik pada akhirnya mampu menyadari hak-haknya yang asasi serta dijamin oleh undang-undang negara
5.   Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pendidikan Pancasila mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
a.       Perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil beradab.
c.       Perilaku kebudayaan.
d.      Beraneka kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan (Sunni, Ana. 2013)
6.   Pengertian pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Dari pengertian pembelajaran dan pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalah suatu proses belajar mengajar dan juga komunikasi yang dilakukan guru dan siswa  pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
7.   Pentingnya pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Menurut Octo (2012), pentingnya pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sebagai berikut:
a.       Memberikan pembelajaran tentang NKRI sudah final dan Tujuan nasional didirikannya NKRI, wawasan nasional (dengan mengenal 50 masalah nasional) sehingga mahasiswa mempunyai rasa nasionalisme yang diperlukan bangsa dan ocal RI.
b.      Memberikan pembelajaran tentang Ketahanan nasional, sehingga mahasiswa sadar akan pentingnya menyiapkan diri agar dapat menjalankan bela ocal, bangsa dan agama.
c.       Memberikan pembelajaran mengempati posisi pejabat ocal seperti menteri ocal, kepala badan atau lembaga tinggi pemerintahan dengan menyampaikan satu masalah nasional untuk diseminarkan dalam kelas, dihadapan mahasiswa lain yang bertindak selaku “kepala dinas provinsi” atau anggota DPR yang akan mengkritisi paparan “menteri”.
d.      Memberikan pembelajaran agar mahasiswa dalam menyelesaikan berbagai masalah yang ada dengan cara dapat menyelesaikan permasalah yang ada dengan cara pendekatan atau pandang yang komprehensif, intergralistik, sistemik, holistik.
Pentingnya pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sehingga perlu ditanamkan kepada anak didik sejak dini (Wijianto, 2009:232).
D.      Pemanfaatan Referensi yang Relevan untuk Mengembangkan Materi Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara dalam Pembelajaran Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII SMP.


E.       Keterkaitan Referensi yang Relevan dengan Pengembangan Materi Berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara dalam Pembelajaran Pendidikan Pencasila dan Kewarganegaraan pada Siswa Kelas VII SMP.
Reverensi yang relevan maksudnya mempunyai kaitan atau hubungan dengan materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara. Reverensi yang digunakan untuk mengembangkan materi tesebut adalah buku-buku yang dibuat oleh ahlinya seperti buku “konstitusi dalam kontroversi isu” dan “dasar dan struktur ketatanegaraan Indonesia” ciptaan Moh. Mahfud MD. Selain dua buku tersebut, menggunakan juga buku “sejarah pemikiran tentang Pancasila” karya Pranarka yang memang memuat proses pembuatan dasar negara meskipun hanya pokok-pokonya saja. Dan satu alinea mengenai pengertian nasionalisme kaitannya dengan pembahasan materi semangat pendiri bangsa diambil dari buku “nasionalisme arti dan sejarahnya” karya Hans Kohn.
Buku-buku tersebut di atas tentunya berkaitan dengan materi yang sedang dikembangkan. Seperti pengembangan materi tentang pembentukan BPUPKI yang hanya dicantumkan pokok-pokoknya saja di tambahkan materi dari buku Mahfud MD yang pembahasannya lebih luas dan lebih rinci. Di dalam buku Mahfud MD dan Pranarka diuraikan secara lebih rinci tentang proses sidang BPUPKI khususnya yang berkaitan dengan materi yaitu sidang I  BPUPKI. Dalam sidang tersebut Pranarka menjabarkan proses pidato dari tokoh-tokoh yang mengusulkan dasar negara Indonesia yaitu kutipan pidato Muh. Yamin, Soepomo dan Soekarno.
Pengembangan materi berkomitmen terhadap Pancasila sebagai dasar negara melalui kajian yang relevan akan meningkatkan pembahasan mengenai materi tersebut secara lebih rinci. Materi yang telah dikembangkan dengan mengambil dari buku yang relevan akan membuat siswa mengetahui lebih mendalam sehingga siswa mendapatkan pengetahuan yang lebih luas mengenai materi tersebut. Selain itu guru juga mendapatkan pengetahuan yang berbeda selain dari buku paket.
BAB III
PENGEMBANGAN MATERI BERKOMITMEN TERHADAP
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA MELALUI
REFERENSI YANG RELEVAN

A.      Sejarah dan Komitmen Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila
1.    Pembentukan BPUPKI
Selama ratusan tahun Belanda menjajah Indonesia. Sejarah juga mencatat kekalahan Belanda oleh Jepang kemudian menyebabkan bangsa Indonesia dijajah oleh Jepang. Pepatah mengatakan “lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya” tepatlah kiranya untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat itu.
Jepang mulai menguasai Indonesia setelah Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942. Semboyan “ Jepang pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang cahaya Asia” didengungkan untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Sejak berkuasa di Indonesia, Jepang dengan segala cara menguras kekayaan dan tenaga rakyat Indonesia yang menimbulkan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Penjajahan oleh Belanda dan Jepang penderitaan yang dalam untuk bangsa Indonesia. Namun penderiataan tersebut tidak menyurutkan semangat bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Berbagai upaya dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan  menyusun barisan dan bersatu padu mewujudkan kemerdekaan yang dicita-citakan. Kekalahan Jepang pada perang dunia II memberi peluang bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemerdekaannya.
Pada bulan September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso, dalam sidang parlemen mengatakan bahwa Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Tindak lanjut dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengumumkan pembentukan Dokuritsu Zunbi Chosakai ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI). BPUPKI diberi tugas menyusun Rancangan Undang-Undang Dasar bagi Indonesia yang saat itu dijanjikan akan segera diberi kemerdekaan (Mahfud MD, 2009:13). BPUPKI beranggotakan 62 orang terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan 7 orang anggota perwakilan dari Jepang. Ketua BPUPKI adalah dr. KRT Radjiman Wedyodiningrat dengan dua wakil ketua yaitu Ichibase Yosio (Jepang) dan RP Soeroso.
BPUPKI selama tugasnya mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi. Seluruh sidang dilakukan di Jakarta sebelum kekalahan kekaisaran Jepang terhadap sekutu pada 14 Agustus 1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar negara, wilayah negara, kewarganegaraan, dan rancangan undang-undang dasar yang dipimpin langsung oleh ketua BPUPKI. Sidang pertama berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Jni 1945 dengan agenda pembahasan dasar negara.
Sidang pertama BPUPKI tidak dapat melahirkan kesepakatan final tentang dasar negara, karena kaum nasionalis Islam masih menawarkan alternatif yang berbeda. Oleh sebab itu setelah selesainya sidang tahap pertama itu sebuah panitia kecil yang terdiri dari 39 orang melanjutkan pembahasan tentang itu di Jakarta. Panitia kecil ini kemudian membentuk panitia yang lebih kecil yang terdiri dari 9  orang. Perdebatan di dalam panitia kecil yang beranggotakan 38 orang itu maupun di dalam Panitia 9 terus berlangsung dan kedua pihak tetap mempertahankan pendirian masing-masing tentang dasar negara (Mahfud MD,2001:40).
Tanggal 22 Juni 1945 Panitia 9 berhasil mencapai modus vivendi (kesepakatan luhur) dalam bentuk kompromis antara golongan islam dan golongan nasionalis, artinya keinginan kedua pihak ditampung dalam satu piagam yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta. Tak dapat disangkal bahwa piagam ini lahir melalui perdebatan dan jerih payah yang menguras energi, sesuatu yang ternyata dapat disimpulkan dari laporan Soekarno selaku ketua Panitia 9 kepada BPUPKI pada tanggal 19 juli 1945 (Mahfud MD,2001:40-41).
Sidang kedua berlangsung mulai tanggal 10 hingga 17 Juli 1945. Agenda sidang kedua adalah pembahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi, keuangan, pembelaan, pendidikan, dan pengajaran. Kemerdekaan Indonesia bukan pemberian bangsa Jepang. Hal inilah yang harus kamu pahami. Walaupun Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan, jaji tersebut adalah sebuah tipu muslihat agar bangsa Indonesia bersimpati dan mau membantu Jepang yang berada diambang kekalahan.
2.    Usulan Dasar Negara oleh Tokoh Perumus Dasar Negara
Dasar negara merupakan fondasi berdirinya sebuah negara. Ibarat sebuah bangunan , tanpa fondasi bangunan itu tidak akan berdiri dengan kukuh. Oleh karena itu, dasar negara sebagai fondasi harus disusun sebaik mungkin.
Para pendiri negara yang tergabung dengan BPUPKI mempunyai sebuah pemikiran yang berbeda tentang dasar negara Indonesia merdeka. Atas dasar pengalaman bernegara, pembelajaran, dan perbandingan dengan negara lain, para pendiri negara mengusulkan dasar negara.
Usulan mengenai dasar Indonesia merdeka pada sidang pertama BPUPKI secara berurutan dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Mr. Moh Yamin mengusulkan dasar negara pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Dalam mengusulkan rancangan dasar Indonesia merdeka, Moh Yamin menekankan bahwa:
“....rakyat Indonesia mesti mendapatkan dasar negara yang berasal daripada peradaban bangsa Indonesia, orang Timur pulang pada kebudayaan Timur.”
“...kita tidak berniat, lalu akan meniru sesuatu susunan tata negara negeri luaran. Kita bangsa Indonesia masuk yang beradap dan kebudayaan kita beribu-ribu tahun umurnya.”
Mr. Moh Yamin mengusulkan lima asas dan dasar bagi negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu:
1.    Peri kebangsaan
2.    Peri Kemanusiaan
3.    Peri ketuhanan
4.    Peri kerakyatan
5.    Kesejahteraan sosial
Setelah selesai berpidato, Moh Yamin menyampaikan mengenai asas dasar dan negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada Ketua Sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelumnya. Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Moh Yamin adalah sebagai berikut:
a.    Ketuhanan Yang Maha Esa.
b.    Kebangsaan kemanusiaan yang adil dan beradap.
c.    Rasa keadilan sosial.
d.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
e.    Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Informasi tentang usul-usul Yamin ini terdapat di dalam buku karya Muh. Yamin. Banyak yang meragukan informasi itu, termasuk pelaku sejarah seperti Hatta dan Abdulgani. Mereka menyatakan bahwa sebenarnya Muh. Yamin tidak pernah menyampaikan usul tersebut (Mahfud MD, 2009:15).
Sejauh menyangkut peran Muh. Yamin dapat dikemukakan bahwa memang sulit dipercaya jika Muh. Yamin benar-benar pernah menyampikan usul tertulis mengenai Rancangan UUD yang memuat juga dasar negara yang ternyata sama dengan Pancasila yang ada sekarang. Di dalam bukunya yang konntroversial itu Muh. Yamin mengatakan bahwa pada 29 Mei dirinya berpidato di sidang BPUPKI dan menyampaikan usul secara lisan, namun setelah selesainya sidang BPUPKI pada hari itu Muh. Yamin menyampiakan usul tertulis dengan uraian yang panjangnya mencapai 21 halaman. Di dalam uraian yang sangat panjang itulah dimuat lima dasar negara yang ternyata sama isinya dengan dasar negara yang ada sekarang (Mahfud MD, 2009:23).
Akan tetapi ada yang tidak logis sehingga sulit dipercaya bahwa Muh. Yamin memang pernah menyampaikan usul tertulis tersebut. Selain tidak pernah jelas disampaikan kepada siapa usul tertulis itu, naskah sepanjang 21 halaman sulit untuk dipercaya kalau ditulis setelah selesainya rapat BPUPKI hari itu. Logikanya, jika Muh. Yamin mempunyai usul tertulis yang sepanjang itu tentu usul tertulis itu sudah ada pada pagi hari ketika dirinya menyampaikan pidato lisan, sebab naskah tetulis sepanjang itu sangat meragukan untuk bisa ditulis dan diselesaikan pada sore harinya, apalagi isinya berbeda dengan usul yang disampaikan secara lisan. Tetapi kalau naskah itu sudah ada pada pagi harinya pertanyaanya mengapa Muh. Yamin menyampaikan usul secara lisan yang isinya berbeda dengan usul yang tertulis yang katanya disampaikan setelah sidang BPUPKI hari itu (Mahfud MD, 2009:23-24).
Dari sinilah kita dapat merujuk pada Hatta dan Roeslan Abdulgani bahwa sebenarnya Yamin tidak pernah menyampaikan usul tertulis pada 29 Mei 1945. Usul tertulis yang dilkaim Muh. Yamin itu sebenarnya dibuat kemudian (setelah Indonesia merdeka) untuk dimuat di dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar yang terbit pada 1959 dengan seakan-akan naskah itu telah dibuat pada 29 Mei 1945 (Mahfud MD, 2009:24).
Selanjutnaya pada tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo menyampaikan pidatonya tentang dasar negara, menurut Soepomo dasar negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut:
a.    Persatuan
b.    Kekeluargaan
c.    Keseimbangan lahir dan batin
d.   Musyawarah
e.    Keadilan rakyat
Soepomo juga menekankan bahwa negara Indonesia merdeka bukan negara yang mempersatukan dirinya dengan golongan terbesar dalam masyarakat dan tidak mempersatukan dirinya dengan golongan paling kuat (golongan ekonomi dan politik paling kuat). Akan tetapi negara mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyat yang berbeda golongan dan paham.
Konsep negara oleh Soepomo tersebut selanjutnya disebut sebagai konsep negara integralistik, yang kemudian banyak dianut dan dikampanyekan juga oleh pemerintah orde baru sebagai paham kenegaraan yang dianut oleh UUD 1945. Padahal tidak ada satu faktapun ide ini diterima oleh BPUPKI, bahkan pembahasan atasnya di dalam sidang BPUPKI hampir-hampir tidak ada yang membahas atau mengelaborasinya lebih jauh. Lebih dari itu sejak 11 Juli 1945 (setelah Piagam Jakarta disetujui oleh sidang pleno II BPUPKI dan Soepomo diminta menyusun Rancangan UUD sesuai dengan Mukaddimah atau Piagam Jakarta yang telah disepakati itu), dan lebih-lebih setelah proklamasi kemerdekaan Soepomo sendiri tidak pernah lagi mengusulkan negara integralistik, terutama setelah ditugasi menyusun RUUDS 1950 yang ternyata sangat liberal dan tidak berbau konsepsi integralistik sama sekali (Mahfud MD, 2009:15).
Ir. Soekarno berpidato pada tanggal 1 juni 1945. Dalam pidatonya Ir. Soekarno mengemukakan dasar negara Indonesia merdeka. Dasar negara menurut Ir. Soekarno berbentuk Philosophische Grondslag atau Weltanschauung. Dasar negara Indonesia merdeka menurut Ir. Soekarno adalah sebagai berikut:
a.    Kebagsaan Indonesia
b.    Internasionale atau peri kemanusiaan
c.    Mufakat atau demokrasi
d.   Kesejahteraan sosial
e.    Ketuhanan yang berkebudayaan
Ir. soekarno dalam sidang itupun menyampaikan bahwa kelima dasar negara tersebut dinamakan Panca Darma. Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa, Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila. Pada 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengemukakan pemikirannya tentang Pancasila, yaitu nama dari lima dasar negara Indonesia. Dengan berdasar pada peristiwa tersebut maka tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahirnya Pancasila.
Saat pidato dalam sidang BPUPKI, Soekarno sendiri memberi peluang atas perubahan (penyesuaian) atas usulnya tersebut dengan memeras Pancasila menjadi Trisila yang bahkan dapat diperas lagi menjadi Ekasila. Soekarno mengatakan bahwa jika Pancasila dirasa terlalu panjang dapat diperas menjadi Trisila yaitu sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan ketuhanan. Kemudian seandainya Trisila masih dianggap terlalu panjang maka masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila yaitu gotong royong (Mahfud MD, 2009:17).
Tampak jelas bahwa nama Pancasila sebagai dasar negara memang secara resmi lahir dari usul Soekarno pada 1 Juni 1945 sehingga tidak salah jika tanggal tersebut dinyatakan sebagai hari lahirnya Pancasila. Akan tetapi dari segi isi, Pancasila yang diusulkan oleh Soekarno 1 Juni 1945 berbeda dengan Pancasila yang disahkan oleh PPKI 18 Agustus 1945 dan berlaku secara resmi saat ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pancasila yang secara utuh berlaku sekarang bukanlah merupakan usul utuh Soekarno, seperti halnya bukan juga merupakan usul tertulis Muh. Yamin. Meskipun memang banyak dikontribusi oleh Soekarno, Pancasila yang sekarang merupakan karya bersama para pendiri negara yang lahir dari proses sejarah (Mahfud MD, 2009:17-18).
B.       Semangat dan Komitmen Kebangsaan Para Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila
1.    Semangat Pendiri Negara
Semangat mengandung arti tekad dan dorongan hati yang kuat untuk menggapai keinginan atau hasrat tertentu. Para pendiri negara merupakan contoh yang baik dari orang-orang yang memiliki semangat yang kuat dalam membuat perubahan, yaitu perubahan dari negara terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara lain di dunia.
Semangat kebangsaan harus tumbuh dan dipupuk dalam diri warga negara Indonesia. Semangat kebangsaan merupakan semangat yang tumbuh dari dalam diri warga negara untuk mencintai dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. Seseorang yang memiliki rasa kebagsaan Indonesia akan memiliki kebanggaan sebagai warga negara Indonesia. Kebanggaan sebagai bangsa dapat kita rasakan, misalnya ketika bendera Merah Putih berkibar dalam kejuaraan olahraga antar negara.
Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan terhadap bangsa dan negara. Bukti cinta yang dilandasi semangat kebangsaan diwujudkan dengan pengorbanan jiwa dan raga. Segenap pengorbanan rakyat tersebut bertujuan untuk merebut dan mempertahanhkan kemerdekaan dari penjajah.
Semangat kebangsaan disebut juga sebagai nasionalisme dan patriotisme. Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap pribadi harus diserahkan kepada negara, kebangsaan atau nation state. Nasionalisme adalah suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Perasaan sangat mendalam akan suatu ikatan yang erat dengan tanah tumpah darahnya, dengan tradisi-tradisi setempat dan penguasa-penguasa resmi di daerahnya selalu ada di sepanjang sejarah dengan kekuatan yang berbeda-beda (Kohn, 1984:11).
 Ada dua jenis pengertian nasionalisme yaitu nasionalisme dalam arti sempit dan nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme dalam arti sempit juga disebut nasionalisme yang negatif karena mengandung makna perasaan kebangsaan atau cinta terhadap bangsanya sangat tinggi dan belebihan, sebaliknya memandang rendah terhadap bangsa lain. Nasionalisme dalam arti sempit disebut juga dengan chauvinisme. Chauvinisme ini pernah dipraktekkan oleh Jerman pada masa Hittler tahun 1934-1945. Paham tersebut menganggap Jerman di atas segala-galanya didunia (Deutschland Uber Alles in der Wetf).
Jenis nasionalisme yang kedua adalah nasionalisme dalam arti luas atau yang berarti positif. Nasionalisme dalam arti inilah yang harus dibina oleh bangsa Indonesia karena mengandung makna cinta yang tinggi atau bangga terhadap tanah air dan tidak memandang rendah bangsa lain. Dalam mengadakan hubungan dengan negara lain, kita selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara serta menempatkan negara lain sederajat dengan bangsa kita.
Patriotisme berasal dari kata patria yang artinya tanah air. Kata patria kemudian berubah menjadi kata patriot yang artinya seseorang yang mencintai tanah air. Patriotisme berarti semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk mempertahankan bangsanya. Patriotisme muncul setelah lahirnya nasionalisme namun umumnya patriotisme dan nasionalisme diartikan sama.
Jiwa nasionalisme sudah tampak dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia antara lain diwujudkan dalam bentuk kerelaan para pahlawan bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan dengan mengorbankan jiwa dan raga. Jiwa dan semangat bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan sering juga disebut jiwa dan semangat 45. Jiwa dan semangat 45 antara lain:
a.    Pro-patria dan primus patrialis, mencintai tanah air dan mendahulukan kepentinagan tanah air.
b.    Jiwa solidaritas dan kesetiakawanan dari semua lapisan masyarakat terhadap perjuangan kemerdekaan.
c.    Jiwa toleran atau tenggangrasa antar agama, antar suku, antar golongan, antar bangsa.
d.   Jiwa tanpa pamrih dan bertanggungjawab.
e.    Jiwa kesatria dan kebesaran jiwa yang tidak mengandung balas dendam.
Nasionalisme dan patriotisme dibutuhkan bangsa Indonesia untuk menjaga kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa serta negara. Kejayaan sebagai bangsa dapat dicontohkan oleh seorang atlet yang berjuang dengan segenap jiwa dan raga untuk membela tanah airnya. Salah satu semangat yang dimilaiki oleh para pendiri negara dalam merumuskan Pancasila adalah semangat mendahulukan kepentinagan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi ataupun golongan.
2.    Komitmen Para Pendiri Negara dalam Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara
Komitmen adalah sikap dan perilaku yang ditandai oleh rasa memiliki, memberikan perhatian, serta melakukan usaha untuk mewujudkan harapan dan  cita-cita dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap bangsa adalah orang yang akan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sebelum dibahas lebih jauh perlu diketahui siapa saja yang disebut dengan pendiri negara. Pendiri negara adalah orang-orang yang berjasa dalam membuat dasar negara, undang-undang dasar, bentuk negara dan lain-lain. Dibawah ini akan diuaraikan nama lembaga dan pendiri negara Indonesia.
Tabel 1. Nama Anggota BPUPKI
I.      Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Dibentuk 1 Maret 1945 dengan 63 anggota

1.
KRT Radjiman Wedyodiningrat (Ketua)
33.
Rooseno
2.
Itibangase Yosio (Wakil Ketua)
34.
Agoes Salim
3.
RP Soeroso (Wakil Ketua)
35.
Samsi
4.
Abiekoesno Tjokrosoejoso
36.
RM Sartono
5.
H. Ahmad Sanusi
37.
R. Samsoedin
6.
KH Abdul Halim
38.
R. Sastromoeljono
7.
Asikin Widjajakoesoema
39.
RP Singgih
8.
M. Aris
40.
Soekarno
9.
R. Abdul Kadir
41.
R. Soedirman
10
R. Buntaran Martoatmodjo
42.
Soekardjo Wirjopranoto
11.
BPH Bintoro
43.
Soekiman
12.
Ki Hajar Dewantara
44.
A. Soebardjo
13.
AM Dasad
45.
Soepomo
14.
PAH Djajadiningrat
46.
MP Soerahman Tjokroadisoerjo
15.
Moh. Hatta
47.
Sutardjo Hadikoesoemo
16.
Ki Bagoes Hadikoesoemo
48.
RMTA Soerjo
17.
R. Hindromartono
49.
Soesanto
18.
Muhammad Yamin
5.
Soewandi
19.
AA Soemitro Kolopaking P.
51.
KRMA Sosrodiningrat
20.
R. Koesoema Admadja
52.
KHA Wachid Hasyim
21.
J. Latuharhary
53.
KRMTH Woerjaningrat
22.
RM Margono Djojohadikoesoemo
54.
RAA Wiranatakoesoema
23.
AA Meramis
55.
KRMT Wongsonagoro
24.
KH Masjkoer
56.
Ny. Maria Ulfa Santoso
25.
KHM Mansoer
57.
Ny. RSS Soenarjo M
26.
Moenandar
58.
Oei Tjong Hauw
27.
A. Kahar Moezakkir
59.
Oei Tiang Tjoei
28.
Oto Iskandardinata
60.
Liem Koen Hian
29.
Parada Harahap
61.
Tan Eng Hoa
30.
BPH Poeroebojo
62.
PF Dahler
31.
Abdulrahim Pratalykrama
63.
A.  Baswedan
32.
Rooslan Wongsokoesoemo


Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009. Halaman 30-31.

Tabel 2. Nama Anggota Panitia 8

II.      Panitia 8
Dibentuk oleh BPUPKI 1 Juni 1945
Golongan Nasionalis
Golongan Islam
1.
Soekarno
7.
Ki Bagoes Hadikoesoemo
2.
Mohammad Hatta
8.
Wachid Hasyim
3.
M. Yamin


4.
A. Meramis


5.
M. Soetardjo Kartohadikusumo


6.
Otto Iskandardinata


Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009. Halaman 31.

Tabel 3. Nama Anggota Cuo Sangiin

III.             Cuo Sangiin
1.
Soekarno
17.
R. Samsudin
2.
Muhammad Hatta
18.
R. Sukardjo Wiryopranoto
3.
Ki Hadjar Dewantara
19.
KH. Wachid Hasyim
4.
KH Halim
20.
Abikoesno Tjokrosoeyoso
5.
Ki Bagoes Hadikoesoemo
21.
RM Margono Djoyohadikoesoemo
6.
Sanusi Sastrowidagdo
22.
A. Meramis
7.
RM Sartono
23.
M. Aris
8.
RP Suroso
24.
BPA Poeroeboyo
9.
KRMTH Wuryaningrat
25.
Radjiman Wedyodiningrat
10.
J. Latuharhary
26.
KRMA Sosrodiningrat
11.
Moh. Yamin
27.
R. Soedirman
12.
R. Buntaran Martoadmojo
28.
R. Abdul Kadir
13.
PAH Djayadiningrat
29.
AR Baswedan
14.
Otto Iskandardinata
30.
PF Dahler
15.
KH Mas Mansoer
31.
Oei Tjong Hauw
16.
R. Ruslan Wongsokusumo
32.
Oei Tiang Tjoei
Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009. Halaman 32.

Keterangan: badan Cuo Sangiin dibentuk lebih dulu daripada BPUPKI yaitu tanggal 15 September 1943, tidak lama setelah jepang menduduki Indonesia. Awalnya badan ini beranggotakan 23 orang, kemudian saat sidang VIII ( 18-21 Juni 1945) sudah beranggotakan 32 orang yang semuanya meragkap anggota BPUPKI. Sidang VIII Cuo Sangiin inilah yang melahirkan Panitia 9.

Tabel 4. Nama Anggota Panitia 9
IV.   Panitia 9
Dibentuk secara spontan oleh Soekarno pada sidang VIII Cuo Sangiin
Golongan Nasionalis
Golongan Islam
1.
Soekarno
6.
Wachid Hasyim
2.
Mohammad Hatta
7.
A. Kahar Muzakkir
3.
Muh. Yamin
8.
H. Agus Salim
4.
A. Meramis
9.
Abikusno Tjokrosujoso
5.
Subarjo


Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009. Halaman 32.

Tabel 5. Nama Anggota PPKI
V.   Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
Dibentuk pada tanggal 12 Agustus 1945
1.
Soekarno (Ketua)
15.
Amir
2.
Moh. Hatta (Wakil Ketua)
16.
Abdoel Abbas
3.
Soepomo
17.
Tengku Moh. Hasan
4.
Radjiman Wedyodiningrat
18.
Hamidhan
5.
RP Soeroso
19.
Ratulangi
6.
Soetardjo
20.
Andi Pangeran
7.
KH. Wachid Hasyim
21.
I Gusti Ketut Pudja
8.
Ki Bagoes Hadikoesoemo
22.
WiranataKoesoema
9.
Otto Iskandardinata
23.
Ki Hajar Dewantar
10.
Abdoel Kadir
24.
Kasman Singodimedja
11.
Soerjohamodjojo
25.
Sajoeti
12.
Poeroebojo
26.
Koesoema Soemantri
13.
Yap Twan Bing
27.
Soebardjo
14.
J. Latuharhary


Sumber: Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. 2009. Halaman 33.

Para pendiri negara dalam perumusan Pancasila memiliki komitmen sebagai berikut ini.
a.    Memiliki semangat persatuan dan nasionalisme
Pendiri negara memiliki semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang tingggi ini diwujudkan dalam bentuk mencintai tanah air dan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kepentingan golongan.
b.    Adanya rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia
Pendiri negara dalam merumuskan Pancasila dilandasi oleh rasa memiliki terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu nilai-nilai yang lahir dalam Pancasila adalah nilai-nilai yang berasak dari bangsa Indonesia sendiri. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial adalah nilai-nilai yang digali dan berasal dari bangsa Indonesia.
c.    Selalu bersemangat dalam berjuang
Para pendiri negara selalu bersemangat dalam memperjuangkan dan mempersiapkan kemerdekaan bangsa Indonesia seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan para pendiri negara lainnya yang mengalami cobaan dan tantangan perjuangan yang luar biasa. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta berkali-kali dipenjara oleh Belanda. Namun, semangat perjuangannya para pendiri negara tetap bersemangat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
d.   Mendukung dan berupaya secara aktif dalam mencapai cita-cita bangsa, yaitu bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
e.    Melakukan pengorbanan pribadi dengan cara menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, pengorbanan dalam hal pilihan pribadi, serta mendukung keputusan yang menguntungkan bangsa dan negara walaupun keputusan tersebut tidak disenangi.
Komitmen para pendiri negara dalam membuat dasar negara Indonesia tercermin dalam proses penyusunan Pancasila. Seperti diketahui pada sidang pleno pertama (29 Mei-1 Juni 1945), BPUPKI gagal mengambil kesepakatan karena terjadi perdebatan dan perbedaan tajam yang belum mencapai titik temu tentang dasar negara bagi Indonesia yang saat itu akan dimerdekakan. Karena kegagalan itu maka BPUPKI membentuk panitia 8 yang diketuai oleh Soekarno dengan tugas menginventarisasi usul-usul para anggota yang pada praktiknya sekaligus mencari kompromi dan merumuskan dasar negara dan undang-undang dasar negara (Mahfud MD, 2009:4).
Tanggal 18-21 Juni 1945 pada rapat ke VIII Cuo Sangiin yang dihadiri oleh 38 orang anggotanya di Jakarta. Pada saat itulah Soekarno menunjuk 9 dari 38 orang anggota BPUPKI yang kemudian diminta bekerja untuk merumuskan mukaddimah undang-undang dasar dengan memperhatikan dan mencari kompromi atas berbagai pendapat yang berkembang. Panitia ini kemudian dikenal sebagai Panitia 9 yang melahirkan Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta ini kemudian dilaporkan pada sidang pleno BPUPKI 10 Juli 1945 dan disahkan pada 14 Juli 1945 dengan menyepakati isinya sebagai dasar negara (Mahfud MD, 2009:4-5).
Sebagai siswa dan generasi muda, tentu kamu juga harus memiliki komitmen dalam berbangsa dan bernegara. Komitmen berbangsa dan bernegara bagi generasi muda salah satunya dilakukan dengan berkomitmen untuk mempersiapkan dan mewujudkan masa depan yang lebih baik adalah giat belajar.

BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran