Jumat, 12 April 2013

materi hand out pegangan siswa SMP kelas VII semester I

materi hand out pegangan guru SMP kelas VII semester I

lamaran kerja 2

Perihal : Lamaran Pekerjaan Pati, 25 Februari 2010 Lampiran : Satu Berkas Kepada Yth. HRD / Personalia Bank BCA Di Tempat Dengan hormat, Dengan segala komitmen dan loyalitas, maka saya mengajukan permohonan untuk menjadi salah satu karyawan di Bank BCA. Adapun kualifikasi saya adalah: Nama : Evi Chusnul Khotimah Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 22 Agustus 1985 Alamat KTP : Jatimulyo RT 04 / 02 Wedarijaksa - Pati Alamat tinggal : Trangkil RT 02 / 04 Trangkil - Pati Telepon : 081327480301 Demikian permohonan ini saya buat, besar harapan saya untuk menjadi bagian dari komunitas Bank BCA. Hanya dengan dedikasi tinggi saya yakin dapat bekerja dengan baik. Semoga selalu sukses ke depan. Hormat saya, Evi Chusnul Khotimah Lampiran: 1. Curikulum Vitae 2. Foto Copy STSB 3. Foto Copy KTP 4. Foto Copy sertifikat Komputer 5. Pas foto 3x4 1 Lembar   A. DATA PRIBADI  Nama : Evi Chusnul Khotimah  Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 22 Agustus 1985  Jenis Kelamin : Perempuan  Alamat KTP : Jatimulyo RT 04 / 02 Wedarijaksa - Pati  Alamat tinggal : Trangkil RT 02 / 04 Trangkil - Pati  Agama : Islam  No KTP : 3318156208850001  Telepon : 081327480301 B. RIWAYAT PENDIDIKAN  SD : SDN Jatimulyo Tahun 1992 s/d 1998  SLTP : MTs TU Tlogoharum Tahun 1998 s/d 2001  SLTA : MA RU Guyangan Tahun 2001 s/d 2004  D1 : Magistra Utama Semarang Tahun 2004 s/d 2005  D3 : Stimik Aki Pati Skripsi C. PENGALAMAN BEkERJA  Dari bulan November 2005 s/d Januari 2006 di ADA Swalayan Semarang sebagai Kasir  Dari Bulan Juli 2006 s/d Januari 2007 Krida Niki Safari Pati sebagai Produksi Demikian data ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Saya nyatakan bahwa data diri ini benar, dan saya bertanggung jawab sepenuh hati atas kebenaran data ini. Pati, 25 Februari 2010 Evi Chusnul Khotimah

daftar riwayat hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. DATA PRIBADI • Nama Lengkap : SURYADI • Tempat Lahir/Tgl Lahir : Bulukumba, 16 Oktober 1989 • Jenis Kelamin : Laki - Laki • Agama : Islam • Status Perkawinan : Belum Kawin • Alamat Rumah : Surobayan, RT I/RW I Jetis, Baki, Sukoharjo • Kewarganegaraan : Indonesia • No. KTP : 3311101610890002 • No. SIM C : 891014420079 • No. Handphone : 085 647 308 654 • Email : suryadi.surya247@yahoo.com • Keterangan Badan • Tinggi : 159 Cm • Berat Badan : 49 Kg • Gol. Darah : AB • Menggunakan Kacamata : Tidak B. DATA ORANG TUA • Nama Ayah / Ibu : AMRIH WIDODO / SUDARMI • Alamat Lengkap : Surobayan, RT I/RW I Jetis, Baki, Sukoharjo • Pekerjaan Ayah / Ibu : Petani / Pedagang C. DATA PENDIDIKAN No. Tingkat Nama Pendidikan Tahun Lulus 1 SD SD Jetis 3 Sukoharjo 2002 2 SMP SMP Pembangunan Wonosari 2005 3 SMA KFC SMA Karyawan Surakarta 2008 4 Program I Tahun Magistra Utama Surakarta 2009 D. DATA KEAHLIAN No. Jenis Keahlian Uraian 1 Keahlian Utama Komputer & Otomotif 2 Komputer MS. Office & Adobe Photoshop 3 Bahasa Indonesia (Aktif) & Inggris (Pasif) E. PELATIHAN / SEMINAR 1. Pelatihan Pendidikan Sistem Ganda di Javalight Animaton Yogyakarta 2. PelatihanBuilding ( Service Attitude ) di Assalam Hypermarket Surakarta 3. Pelatihan Merchandiser Training Program di Coca Cola Amatil Surakarta 4. Pelatihan Training Identifikasi Kartu Kredit & Applikasi di BCA Surakarta F. PENGALAMAN KERJA 1. Sebagai Kasir di PT. Assalam Niaga Utama Surakarta 2. Sebagai Merchandiser di Coca Cola Surakarta 3. Sebagai Sales Motoris di PT. Fastrata Buana Surakarta 4. Sebagai Sales Motoris di Mitra PT. Indofood Fritolay Makmur Surakarta G. KOMITMEN KERJA • Nilai terpenting dalam hidup adalah kejujuran, optimis, semangat, yang akan terus memacu diri kita untuk terus maju. • Kerja merupakan salah satu bentuk karunia yang patut untuk kita syukuri dan kita kerjakan dengan penuh keikhlasan serta tanggung jawab. Demikian data diri ini dibuat dengan sesungguhnya agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Saya nyatakan bahwa data ini benar, dan saya bertanggung jawab secara penuh atas kebenaran data ini. Hormat Saya, ( SURYADI )

lamaran kerja

Perihal : Lamaran Pekerjaan Pati, 06 April 2009 Lampiran : Satu Berkas Kepada Yth. Ketua PDM Majelis Dikdasmen Kabupaten Pati Cq. Kepala SMA Muhammadiyah 1 Pati Di Tempat Dengan hormat, Dengan segala komitmen dan loyalitas, maka saya mengajukan permohonan untuk menjadi salah satu karyawan di SMA Muhammadiyah 1 Pati. Adapun kualifikasi saya adalah: Nama : Eva Anisa Tempat, Tanggal Lahir : Pati, 17 Desember 1985 Alamat : Jl. Arwana Raya III RSS Sidokerto Pati Telepon : 081390325427 Demikian permohonan ini saya buat, besar harapan saya untuk menjadi bagian dari komunitas SMA Muhammadiyah 1 Pati. Hanya dengan dedikasi tinggi saya yakin dapat bekerja dengan baik. Semoga SMA Muhammadiyah selalu sukses ke depan. Hormat saya, Eva Anisa Lampiran: 1. Curikulum Vitae 2. Foto Copy STTB 3. Foto Copy KTP 4. Foto Copy sertifikat Komputer 5. Foto Copy Surat Pengalaman Kerja 6. Pas foto 4x6 2 lmbr A. DATA PRIBADI  Nama : Eva Anisa  Tempat, Tanggal Lahir : 17 Desember 1985  Jenis Kelamin : Perempuan  Alamat : Jl. Arwana III RSS Sidokerto  Agama : Islam  No KTP : 3318105712850010  Telepon : 081390325427 B. DATA ORANG TUA  Nama Ayah : Wagiyo / Arpini (Alm)  Pendidikan Akhir Ayah/Ibu : SD / SD  Alamat : Trangkil RT 01 / 06 Trangkil Pati  Pekerjaan Orang tua : - C. RIWAYAT PENDIDIKAN  SD : SDN 01 Trangkil Tahun 1992 s/d 1998  SLTP : SMPN 1 Trangkil Tahun 1998 s/d 2001  SLTA : SMK Nasional Pati Tahun 2001 s/d 2004 D. PENGALAMAN BEkERJA  Dari bulan Februari s/d Juli 2005 di PT Mahakam sebagai Operator Mesin  Dari bulan Juli 2005 s/d Juni 2006 di PT AMP sebagai Operator Mesin  Dari bulan Juni 2006 s/d Agustus 2007 di PT Hartono Istana Teknologi sebagai Operator Komputer  Dari bulan September 2007 s/d Maret 2008 di PT Usaha Murni ( Unilever) Demikian data ini saya buat agar dapat digunakan sebagaimana mestinya. Saya nyatakan bahwa data diri ini benar, dan saya bertanggung jawab sepenuh hati atas kebenaran data ini. Pati, 6 April 2009 Eva Anisa

PENYIMPANGAN TERHADAP UUD 1945 PADA MASA ‎REFORMASI DAN PASCA AMANDEMEN UUD 1945‎

PENYIMPANGAN TERHADAP UUD 1945 PADA MASA ‎REFORMASI DAN PASCA AMANDEMEN UUD 1945‎ Bab III pasal 6 ayat 1tentang pemerintahan negara Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wakil presiden. Pelanggaran : Presiden RI yang ketiga, yaitu B.J. Habibie sebelum menjadi presiden, beliau telah menerima kewarganegaraan lain yaitu Jerman. Presiden RI yang keempat, yaitu Abdurrahman Wahid secara jasmani beliau tidak memenuhi syarat untuk menjadi Presiden. Bab VIIB pasal 22E ayat 1tentang pemilihan umum Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali Pelanggaran Pemilu 2009 banyak kesalahan-kesalahan dalam perhitungan suara dan masih banyak rakyat Indonesia yang sudah mempunyai hak pilih tetapi namanya belum terdaftar dalam pemilihan. Bab XA tentang hak asasi manusia Pasal 28C ayat 1 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Pelanggaran Masih banyak anak-anak Indonesia yang terlantar di pinggir-pinggir jalan, terutama di kota-kota besar, contohnya Jakarta, mereka belum mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah, sehingga mereka belum memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan tidak dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Pasal 28D ayat 1 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pelanggaran Masih banyak kasus-kasus pembunuhan, mutilasi dan kejahatan-kejahatan lainnya, misalnya saja di daerah jawa timur, seorang laki-laki membunuh pacarnya dan tubuhnya di potong-potong, itu merupakan pelanggaran HAM, dan belum dapat perlindungan. Kasus pencurian yang dilakukan oleh rakyat kecil di hukum dengan seadil-adilnya, misalnya saja kasus pencurian semangka di Jawa timur. Sedangkan kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat, ditutup-tutupi dan hukumanya pun di minimalisir. Hal tersebut sudah jelas bahwa rakyat Indonesia belum mendapat kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28H ayat 1 Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pelanggaran Rakyat indonesia sekarang ini masih banyak kurang hidup sejahtera, hal tersebut di pengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor ekonomi, Rakyat indonesia banyak yang belum mendapatkan tempat tinggal yang layak, hal tersebut terbukti masih banyak di kota-kota besar rakyat indonesia hidup tinggal di trotoar, membuat rumah di pinggir jalan dan kadang rumah tersebut di gusur oleh pihak polisi. Rakyat indonesia juga masih kurang untuk mendapatkan jaminan kesehatan, hal tersebut terbukti bahwa masih banyak rakyat indonesia yang menderita sakit, dan apabila akan di periksakan biayanya sangat mahal. Bab XII pasal 30 ayat 4tentang pertahanan dan keamanan negara Kepolisian negara republik indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Pelanggaran Kapolri pada bulan september 2009 melakukan kesalahan yang sangat besar, mereka melakukan fitnah kepada pihak kpk, sehingga banyak masyarakat yang pro maupun kontra atas perbuatan kapolri tersebut. Sehingga kapolri tidak lagi melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum, tetapi kapolri malahan berbuat kejahatan. Bab XIII pasal 31 ayat 4 tentang pendidikan dan kebudayaan Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Pelanggaran Saat ini anggaran pendidikan masih kurang dari dua puluh persen sehingga bertentangan dengan ayat tersebut di atas.

PENGGUNAAN ASAS-ASAS PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA ADMINISTRASI



PENGGUNAAN ASAS-ASAS PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM
MENYELESAIKAN SENGKETA ADMINISTRASI

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
Dosen Pengampu: Danang Tunjung Laksono, S.pd, M.pd












DisusunOleh: 5B
     MithaYuniAstuti   
         A220100076     




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
 Arti penting dan fungsi asas-asas umum pemerintahan yang layak bagi administrasi negara adalah sebagai pedoman dalam penafsirkan dan penerapan terhadap ketentuan perundang-undangan yang sumir, samar atau tidak jelas, juga untuk membatasi dan menghindari kemungkinan administrasi negara mempergunakan freies ermessen yang jauh menyimpang dari ketentuan Undang-Undang. Bagi masyarakat, sebagai pencari keadilan, asas-asas umum pemerintahan yang layak dapat digunakan sebagai dasar gugatan. Bagi hakim Tata Usaha Negara, dapat digunakan segabai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan pejabat Tata Usaha Negara dan asas-asas umum pemerintahan yang layak juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang Undang-Undang. Pelaksanaan sistem pemerintahan di negara kita tentu didasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang layak. Maka dari itu apabila terjadi akibat hukum yang merugikan dari adanya penetapan tertulis dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, lebih-lebih bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik, orang atau badan hukum perdata yang kepentingannya dirugikan dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapat keputusan. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka yang menjadi Permasalahan dalam tulisan ini akan adalah bagaimana arti penting Asas-asas Umum Pemeritahan yang Baik dalam penyelesaian sengketa Tata Usaha Negara?
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Asas-Umum Pemerintahan yang Baik
Crince Le Roy mengemukakan sebelas (11) butir asas pemerintahan yang baik dan Kuntjoro Purbopranoto menambahkan dua (2) butir, jadi totalnya menjadi tiga belas (13),yaitu : asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas bertindak cermat, asas motivasi dalam setiap keputusan, asas larangan mencampuradukkan kewenangan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas menanggapi penghargaan yang wajar, asas meniadakan akibat keputusan yang batal, asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi, asas kebijaksanaan dan asas penyelenggaraan kepentingan umum. Secara resmi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia menurut penjelasan Pasal 53 UU No. 9 Tahun 2004 mengacu pada UU No, 28 Tahun 1999, yaitu terdiri dari asas kepastian hukum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas tertib penyelenggaraan negara dan asas kepentingan umum.
2.      Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik  (AAUPB) Dalam Penyelesaian Sengketa TUN
Penggunaan asas-asas ini dalam pengujian KTUN disesuaikan dengan ketentuan pasal 53 UU PTUN, yaitu meliputi meliputi 3 (tiga) aspek yaitu :
1. Aspek kewenangan, yaitu meliputi hal berwenang, tidak berwenang atau melanggar kewenangan.
2. Aspek Substansi/Materi, yaitu meliputi pelaksanaan atau penggunaan kewenangannya apakah secara materi/substansi telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Aspek Prosedural, yaitu apakah prosedur pengambilan Keputusan Tata Usaha Negara yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan kewenangan tersebut telah ditempuh atau tidak. Berdasarkan beberapa asas yang telah disebutkan sebagai dasar penetapan KTUN, baik dari mulai persiapan hingga keputusan tersebut ditetapkan, akan sangat berguna bagi hakim PTUN dalam menyelesaikan sengketa TUN di Inodnesia. Walaupun keberadaan AAUPB secara yuridis belum diakui semuanya dalam sistem hukum Indonesia, namun secara intelektual hakim bisa bertindak lebih rasional dalam memutuskan suatu perkara, hal ini akan sangat tepat sekali kalau sengketa TUN yang dihadapi belum diatur dalam UU atau masih multitafsir tentang dasar hukumnya.
B.     PENUTUP
Asas-Asas Umum Penyelenggaranaan Pemerintahan yang Baik (AAUPB), dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, baik, dan adil, dengan cara yang demikian penyelenggaraan pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil, dan terhormat, bebas dari kezaliman, pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang. Paling utama adalah asas-asas ini akan lebih menjamin hak warga negara dan juga sebagai bentuk penjaminan dari pelaksanaan kesejahteraan bagi rakyat.

C.    DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Zairin. 2007. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kamis, 11 April 2013

MASALAH AGRARIAN DI INDONESIA




MASALAH AGRARIAN DI INDONESIA
Masalah Agraria di berbagai negara pada belahan Dunia secara umum dan di Indonesia secara khusus adalah masalah masalah yang cukup komplit dan telah memakan waktu berabad-abad lamanya.
TESA
Konsepsi dari setiap kebijakan atau sebagai tesa dalam Agrarian Reform baik di berbagai Negara maupun di Indonesia sendiri secara khusus dapat di jelaskan bahwa Secara Historys Reforma Agraria Sudah pernah diterapkan di Yunani kuno pada masa pemerintahan Solon yang berusaha melakukan reformasi konstitusi yang kemudian berhasil melahirkan UU Agraria (Seisachtheia) tujuannya untuk membebaskan para Hektemor dari hutang dan membebaskan status sebagai budak di bidang pertanian. Selain di Yunani juga pernah diterapkan di Romawi kuno lewat Tiberius Gracchus yang berhasil menggolkan UU-Agraria (lex agraria) yang intinya berupa batas maximum penguasaan tanah[1], kemuadia berlanjut pada “Enclosure movement” di Inggris yang merupakan suatu proses pengkaplingan tanah-tanah pertanian dan padang pengembalaan yang semula merupakan tanah yang dapat disewakan untuk umum. Kemudian munculnya reforma agraria secara besar-besaran terjadi di Prancis bersamaan dengan Revolusi tahun 1978, dimana tanah dibagikan kepada petani dan budak dibebaskan setelah hancurnya system penguasaan tanah feudal. Tetapi di Rusia melahirkan Pembaruan gaya baru (Stolypin Reforms) yang membebaskan petani dari komune-komune dan menjadi pemilik tanah secara bebas sehingga terjadilah kemudian suatu kesenjagan yang tajam antara petani kaya dengan petani miskin.
Perjalanan Sejarah kebijakan Agraria di Indonesia mulai dari masa kolonialisme yang dilakukan oleh Bangsa Belanda dan Inggris di mulai pada tahun 1811 oleh Raffles dan tahun 1830 oleh Gubernur Jenderal Van Den Bosch lewat cultuurstelsel atau tanam paksanya dimana tanah menjadi milik pemerintah dan para kepala desa menyadi penyewa kepada pemerintah untuk di pinjamkan oleh petani dan pada tahun 1848 dimana tanah tersebut diserahkan kepada pribumi sebagai hak milik mutlak dengan keluarnya Regerings Regelment 1854 tetapi mengalami perubahan sampai dikeluarkannya Argrarisch Besluit yang kemudian mengeluarkan pernyataan penting yang dikenal denga Domein Verklaring yang isinnya “semua tanah yang tidak terbukti sebagai hak milik mutlak maka menjadi milik negara”. Kebijakan Agraia pada masa kolonial Belanda dan Inggris berlanjut pada masa pendudukan Jepang, Masa Orde Lama dan Masa Orde Baru. Pada masa pendudukan jepang belum terlalu berat masalah agraria karena kepada perbaikan struktur, kerja rodi dan pengandaian suplai pangan khususnya beras. Sementara pada masa Orde lama beberapa kebijakan terhadap masalah agraria dilatar belakangi oleh “…..,, Panitia Agraria Yogya (1948), Panitia Jakarta (1951), Panitia Soewahjo (1956). Panitia Soenario (1958), panitia Sadjarwo (1960), dan terakhir melalui agrarische Wet 1870 yang di gantikan oleh UUPA 1960”.
Penerapan Reforma Agraria ini di masa Soekarno dinilai belum berhasil dan malah kemudian menjadi salah satu penyulut tragedi politik pada 1965-1966 karena dalam implementasinya menjadi pertikaian elit politik. Isu reforma agraria ini menjadi isu populis yang bisa memobilisasi kekuatan rakyat yang masih terjerat kemiskinan pada saat itu. Namun kemudian tragedi 1965 kemudian memaksa Soekarno meletakkan jabatannya. Di masa Soekarno ini belum terjadi hal yang signifikan pada penerapan reforma agraria karena situasi politik pada saat itu. Kekuasaan Soekarno kemudian beralih ke tangan rezim orde baru di bawah Soeharto. Peralihan kekuasaan tersebut menyebabkan berubahnya struktur sosial dan politik nasional. Orde baru ternyata semakin memudarkan semangat reforma agraria. Gerakan tani yang menjadi pilar dari perjuangkan reforma agraria kemudian seringkali diasosiasikan kepada gerakan politik yang diharamkan dan dianggap subversif.
 Perjuangan petani yang memeperjuangkan haknya akan sangat gampang dituding sebagai musuh negara. Pada era ini aroma kapitalisme lebih kuat mencengkeram sehingga berpengaruh pada kebijakan negara soal agraria. Dalam pandangan Noer Fauzi politik agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang kapitalistik dijalankan Orde Baru secara sentralistik, otoritarian dan sektoral sepanjang 32 tahun. Kondisi ini tidak memberi ruang yang leluasa bagi program agraria yang berpihak pada rakyat. Justru sebaliknya ekspansi kapitalisme perkebunan semakin kuat dan banyak menyerobot tanah rakyat sehingga memicu maraknya konflik agraria dibelakang hari.
Pengalaman teman-teman aktivis dalam mendukung perjuangan agraria rakyat menunjukkan bahwa penyerobotan tanah-tanah rakyat tersebut banyak terjadi pada masa orde baru. Ketika rakyat melawan maka mereka akan dituduh komunis, subversif dan musuh negara. Bukan hanya perusahaan perkebunan negara yang melakukan penyerobotan tersebut dalam beberapa kasus juga banyak melibatkan perkebunan swasta. Geliat perjuangan reforma agraria kemudian mengalami kebangkitan di akhir-akhir masa orde baru. Hal tersebut ditandai dengan berkembangnya organisasi rakyat yang memperjuangkan hak-haknya. Organisasi perjuangan tersebut menjadi kekuatan yang sangat mendukung bangkitnya kesadaran massa rakyat. Kegigihan rakyat dalam memperjuangkan haknya menjadi inspirasi gerakan agraria. Momentum reformasi membuka peluang yang lebih besar bagi rakyat dalam menyuarakan hak-haknya. Angin segar demokrasi ini membangkitkan motivasi untuk merebut kembali hak mereka atas lahan. Kemenangan-kemenangan kecil rakyat kemudian semakin memotivasi mereka untuk merebut kembali haknya yang dirampas.
ANTITESA
Sebagai contoh kasus-kasus yang terjadi diberbagai negara dan di Indonesia dapat kita katakan sebagai antitesa dari setiap kebijakan-kebijakan tadi Misalnya: Seisachtheia pada masa Yunani yang menimbulkan kekecewaan karena telah merugikan kedua belah pihak[2], sehingga terjadilah pemberotakan walaupun dapat dihindarkan tetapi stabilitas politik terganggu yang berujung pada jatuhnya Solon. Sementara kasus di Romawi Kuno mendapat tantangan dari tuan tanah dan senator roma akhirnya tibriuspun terbunuh. Di Inggris misalnya dengan keluarnya kebijakan tersebut (Enclosure movement) melahirkan pro-kontra bagi masyarakatnya yang berujung pada keluarnya UU anti Enclosure untuk menyelamatkan sisa-sisa tanah dari kepentingan umum. Reforma agraria di prancis  memang berhasil kalau dilihat pada konteks sosial pada saat tatpi secara holistic keberhasilannyapun karena adanya Revolusi secara besar-besaran di Prancis yang kemudian merubah keadaan agrarian dari satu sisi juuga. Sementara di Rusia Pembaruan gaya baru 1917 telah merubah bentuknya pada tahun 1920 yang lebih mengedepankan gerakan kolektivasi yang radikal.

Mengenai masalah Agraria di Indonesiapun mengalami pergolakan yang terjadi pada masyarakat misalnya pada tahun 1811 merupakan langkah politiknya untuk pembenaran baik secara hukum maupun secara ilmiah dengan dibentuknya komisi Mackensie untuk melakuka penyelidikan statistik terkait agraria di Indonesia dan dari hasil penyelidikan tersebut Raffles menyimpulkan bahwa tanah milik Raja atau pemerintahdalam teori Domeinnya untuk membuat sistem penarikan pajak bumi (landrete=Belanda) bahwa setiap petani diwajibkan membayar pajak 2/5 setiap hasil grapanny, sistem ini kemudian dilanjutkan oleh V.D.Boosch. Kalau kita melihat kebijakan pada tahun 1870 Agrarisch Besluit yang mengeluarkan pernyataan Domein Verlklaring bahwa tanah kosong yag tidak mempunyai bukti kemudian menjadi milik negara menjadikan modal swasta dari Eropa mencengram Indonesia, tujuan dari UU 1870 sudah semakin jauh dari harapan sebab UU tersebut telah memberikan kesempatan kepada modal asing diatambah dengan sikap raja yang tergiur dengan kepada para penguasa swasta asing.
Tampaknya respon yang diberikan petani terhadap tekanan pemerintah melalui mekanisme agraria berbeda-beda. Respon petani pada masa feodal terhadap posisinya yang hanya sebagai petani penggarap adalah “berproduksi secukupnya” Politik sentralisasi penguasaan tanah dengan kewajiban menyerahkan surplus produksi kepada raja telah berdampak negatif terhadap kegairahan untuk meningkatkan produksi pertanian. Sikap petani yang menghindari produksi berlebih tersebut, dapat dikatakan sebagai suatu bentuk perlawanan politik yang “tidak terang-terangan”. Dengan kondisi represif saat itu ia hanya dapat melakukan perlawanan dengan cara tersebut dan sulit melakukan perlawanan secara frontal dan terbuka. Artinya, perlawanan pada masa ini lebih bersifat individual dan tidak terorganisir.
Selanjutnya menghadapi tekanan pemaksaan penanaman sebagian tanah dalam desa dengan komoditas ekspor kolonial, sementara jumlah penduduk terus meningkat, respon yang umum di Jawa menurut Clifford Geertz adalah apa yang disebutnya dengan fenomena “involusi pertanian”. Masyarakat dalam satu desa yang berbentuk komunal  melakukan adaptasi organisasi produksi sedemikian rupa, dimana dengan tanah yang tersisa, lembaga desa menjamin seluruh orang yang menginginkan pekerjaan memperoleh pekerjaan. Dengan cara itu setiap warga terjamin kebutuhan subsistensinya. Akibatnya, meskipun produksi per luasan tanah ada meningkat, namun produksi per satuan tenaga kerja menurun.

Pada masa Orde Baru, konflik kembali bersifat struktural-vertikal yang bercirikan konflik-konflik lokal dan sporadis. Pada masa ini, respon petani tidak lagi perlawanan diam-diam, namun sudah berubah menjadi perlawanan fisik, walaupun kuatnya represif birokrasi dengan dukungan militer membuat petani tak berkutik. Sementara pada waktu yang bersamaan, kelompok buruh tani dan petani bertanah sempit yang tidak mencapai skala ekonomi secara pasti “terusir” dari desanya sendiri. Mereka terpaksa migrasi ke kota-kota terdekat untuk berburu pekerjaan-pekerjaan di sektor informal, baik sebagai migran musiman maupun migran permanen.
Konflik Agraria pada masa Orde Baru akibat timbulnya Kapitalisme Agraria. Dua hal pokok mengenai petani dan konflik agraria di Indonesia pada masa Orde Baru, yaitu :
  1. a.Kebijakan agraria lebih menekankan pada aspek peningkatan produksi tanpa terlebih dahulu menata struktur agraria dari yang timpang menjadi lebih adil
  2. b.Penekanan stabilitas politik dalam mencapai tujuan pembangunan ekonmi
Karena orientasi pembangunannya lebih menekankan pada pertumbuhan secara cepat, pada saat bersamaan upaya menciptakan struktur agraria yang egaliter menjadi terabaikan. Orientasi kebijakan agraria diarahkan untuk mendukung kebijakan pembangunan ekonomi. Pada tahun 1967, pemerintah mengeluarkan UU Penanaman Modal Asing (UU-PMA) dan diikuti dengan UU Penanaman Modal Dalam Negri (UU-PMDN) tahun 1968. Tujuannya adalah untuk menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Dalam upaya mengurangi jumlah penduduk miskin tak bertanah di Jawa, pemerintah mengganti land reform dengan transmigrasi ke luar Pulau Jawa. Hal ini terealisasikan pada tahun1972 dengan dikeluarkannya UU No. 2/1972 tentang Ketentuan Pokok Transmigrasi. Dalam upaya menjaga stabiitas politik yang berkaitan dengan penyediaan pangan, pada waktu yang hampir bersamaan, pemerintah mencanangkan program revolusi hijau. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan produksi pangan melalui diintroduksikannya varientas padi unggul dan teknologi pertanian modern. Dampak negatif dari revolusi hijau bagi para petani, antara lain : a). Karena kebijakan agraria lebih berorientasi kepada produksi, akses petani kecil dan tunakisma tanah obyek land reform menjadi sangat terbatas. b). Adanya kebijakan revolusi hijau sangat membatasi kebebasan petani untuk menentukan komoditas pertanian yang sesuai dengan keinginannya. c). Petani menjadi tergantung terhadap sarana produksi pertanian, karena semua jenis sarana tersebut ditentukan oleh pemerintah

SINTESA
Masalah pertanahan adalah elan vital bagi masyarakat agraris untuk  aktifitas perekonomiannya mulai dari masa yunani sampai masuknya kolonialisme di Indonesia masalah agraria menjadi bagian tersendiri terhadap munculnya reaksi dari masyarakat desa di Idonesia sejak Cultuurstelsel dan belum pernah berakhir sampai saat-saat ini. Dalam menjelaskan langkah alternatif terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang kemudian tidak saling menguntungkan dan bahkan mendiskreditkan rakyat secara umum dari setiap kebijakan tersebut. Dalam hal ini penulis memebrikan sentesa sebagai langkah alternatif untuk meminimalisir konflik khususnya yang berkaitan dengan masalah Agraria di Indonesia.
Masa Orde Lama ditandai dengan kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. Dalam proses pembuatan produk hukum ini terlihat bahwa pemerintah memberi perhatian serius terhadap pentingnya permasalahan agraria sebagai landasan pokok dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Namun sebagai aturan pokok, secara yuridis peraturan ini masih lemah secara hukum. Meskipun di dalamnya sudah terjadi proses pemodernan, dengan menggabungkan dualisme hukum sebelumnya, yaitu hukum Belanda dan hukum adat, namun masih banyak ketentuan-ketentuannya yang belum aplikatif. Meskipun demikian, kegiatan landreform yang ideal pernah berjalan setelah kelahiran UUPA ini, namun kemudian gagal karena ditunggangi oleh muatan politik. Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai yang menggunakan politik populis telah berhasil mendapat sambutan yang tinggi dari masyarakat pedesaan. Tanah telah dijadikan alat politik sehingga dukungan kepada partai ini menjadi besar.
Menurut Fauzi, kebijakan hukum dalam UUPA ini sesungguhnya menentang kapitalisme yang melahirkan kolonialisme yang menyebabkan penghisapan manusia atas manusia. Selain itu, dengan UUPA sekaligus juga menentang sosialisme yang dianggap meniadakan hak-hak individu atas tanah. Politik agraria yang terkandung dalam UUPA 1960 adalah politik populisme, yang mengakui hak individu atas tanah, namun hak tersebut memiliki “fungsi sosial”. Melalui prinsip Hak Menguasai dari negara, pemerintah mengatur agar tanah-tanah dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat sebagaimana termaktub dalam pasal 33 UUD 1945.
Selanjutnya, sepanjang pemerintahan Orde Baru selama tiga dasawarsa, dapat dikatakan landreform tidak dilaksanakan sama sekali. Kegiatan landreform selalu diberi cap negatif sebagai kegiatan partai terlarang PKI. Hal ini karena memang PKI dulu menjadikan program landreform sebagai alat perjuangannya. Karena segala yang berkaitan dengan PKI dilarang, maka usaha perbaikan hak penguasaan tanah pun (program landreform) menjadi negatif di mata pemerintah dan masyarakat. Meskipun demikian, usaha privatisasi tanah tetap diusahakan pemerintah Orde Baru melalui program sertifikasi tanah meskipun kurang memuaskan. Pemerintah Orde Baru yang sangat terinpirasi dengan kemajuan ekonomi, menjadikan tanah sebagai alat pembangunan yang sentralistis, sehingga menimbulkan berbagai konflik dengan masyarakat. Hal ini misalnya, karena pemerintah hanya mengejar industrialisasi pertanian, tidak memperhatikan sama sekali aspek struktur penguasaan tanah. Pemerintah meneruskan program pembangunan perkebunan-perkebunan berskala besar dengan tanah-tanah yang luas, namun kurang memperdulikan semakin banyaknya jumlah petani yang tidak bertanah dan sangat membutuhkannya.
Pembangunan pertanian dengan mengintroduksikan tekonologi maju dan efisien tanpa sadar telah meminggirkan petani. Program revolusi hijau dipercaya telah menimbulkan polarisasi sosial ekonomi, atau setidak-tidaknya penegasan stratifikasi, dan terusirya kelompok petani landless dari pedesaan. Revolusi hijau ternyata bersifat mempolarisasikan masyarakat desa, karena hanya petani berlahan luas yang lebih mampu menarik manfaatnya. Meskipun teknologi yang diintroduksikan bersifat bebas skala, namun para petani yang berlahan luas berproduksi lebih banyak. Produksi yang lebih tinggi menyebabkan terakumulasinya keuntungan, yang pada gilirannya menyebabkan mereka lebih mampu mengembangkan usaha non pertanian, menyekolahkan anak lebih tinggi, serta membuka akses politiknya. Dengan demikian, faktor kepemilikan tanah berperan terhadap mobilitas sosial.
Dari uraian historis di atas terlihat bahwa penyebab perubahan ditekankan kepada aspek-aspek materialistik, yaitu aspek sumberdaya tanah. Dengan persepktif meterialistik ini, maka akibatnya konflik-konflik yang terjadi juga lebih bersifat materialistis ketimbang idealis. Dalam sistem sosial agraria, maka tanahlah yang menjadi sumber konflik dari satu era ke era lainnya, bukan konflik ideologi. Meskipun misalnya pemberontakan petani dalam PKI dibungkus dengan ideologi komunis, namun janji untuk memperoleh tanahlah yang menjadi dasar perjuangannya. Mereka lebih memperjuangkan hak atas tanah dibandingkan memperjuangkan ideologi komunisnya.
 Meskipun perubahan sosial adalah suatu keniscayaan yang tak dapat dihindari oleh bangsa manapun, namun perubahan sosial tidak terjadi begitu saja. Dari uraian di atas terlihat bagaimana di setiap zaman selalu saja ada pihak yang berkepentingan dengan perubahan sosial; yaitu para penguasa. Upaya penguasa untuk mengendalikan perubahan melalui persoalan agraria adalah cara yang efektif, karena memang tanah adalah sumber daya utama bagi masyarakat pedesaan. Penerapan reforma agraria ini di masa Soekarno dinilai belum berhasil dan malah kemudian menjadi salah satu penyulut tragedi politik pada 1965-1966 karena dalam implementasinya menjadi pertikaian elit politik. Isu reforma agraria ini menjadi isu populis yang bisa memobilisasi kekuatan rakyat yang masih terjerat kemiskinan pada saat itu. Namun kemudian tragedi 1965 kemudian memaksa Soekarno meletakkan jabatannya. Di masa Soekarno ini belum terjadi hal yang signifikan pada penerapan Reforma Agraria karena situasi politik pada saat itu.
Kekuasaan Soekarno kemudian beralih ke tangan rezim orde baru di bawah Soeharto. Peralihan kekuasaan tersebut menyebabkan berubahnya struktur sosial dan politik nasional. Orde baru ternyata semakin memudarkan semangat reforma agraria. Gerakan tani yang menjadi pilar dari perjuangkan reforma agraria kemudian seringkali diasosiasikan kepada gerakan politik yang diharamkan dan dianggap subversif. Perjuangan petani yang memeperjuangkan haknya akan sangat gampang dituding sebagai musuh negara.
Pada era ini aroma kapitalisme lebih kuat mencengkeram sehingga berpengaruh pada kebijakan negara soal agraria. Dalam pandangan Noer Fauzi politik agraria dan pengelolaan sumber daya alam yang kapitalistik dijalankan Orde Baru secara sentralistik, otoritarian dan sektoral sepanjang 32 tahun. Kondisi ini tidak memberi ruang yang leluasa bagi program agraria yang berpihak pada rakyat. Justru sebaliknya ekspansi kapitalisme perkebunan semakin kuat dan banyak menyerobot tanah rakyat sehingga memicu maraknya konflik agraria dibelakang hari. Pengalaman teman-teman aktivis dalam mendukung perjuangan agraria rakyat menunjukkan bahwa penyerobotan tanah-tanah rakyat tersebut banyak terjadi pada masa orde baru. Ketika rakyat melawan maka mereka akan dituduh komunis, subversif dan musuh negara. Bukan hanya perusahaan perkebunan negara yang melakukan penyerobotan tersebut dalam beberapa kasus juga banyak melibatkan perkebunan swasta.
Geliat perjuangan reforma agraria kemudian mengalami kebangkitan di akhir-akhir masa orde baru. Hal tersebut ditandai dengan berkembangnya organisasi rakyat yang memperjuangkan hak-haknya. Organisasi perjuangan tersebut menjadi kekuatan yang sangat mendukung bangkitnya kesadaran massa rakyat. Kegigihan rakyat dalam memperjuangkan haknya menjadi inspirasi gerakan agraria. Momentum reformasi membuka peluang yang lebih besar bagi rakyat dalam menyuarakan hak-haknya. Angin segar demokrasi ini membangkitkan motivasi untuk merebut kembali hak mereka atas lahan. Kemenangan-kemenangan kecil rakyat kemudian semakin memotivasi mereka untuk merebut kembali haknya yang dirampas.






[1] Dalam lex agraria tanah yang berlebihan harus diserahkan kepada Negara untuk dibagika kepada petani kecil.
[2]. Adapun kerugian ydari kedua pihak tersebut karena yang kaya kecewa karena hutan para hektemor tersebut di pasokan dan para hektemor kecewa karena tanahnya tidak kembali sebab tidak adanya retribusi walaupun statusnya di rehabilitasi.